Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Tolak Harga Gas PGN Naik, Ungkap Dampak PHK hingga Inflasi

Rencana penaikan harga gas industri oleh PGN (PGAS) dinilai akan menimbulkan tekanan terhadap industri dan memicu sejumlah risiko, seperti PHK dan inflasi.
Petugas mengawasi pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Istimewa/PGN
Petugas mengawasi pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Istimewa/PGN

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana penaikan harga gas industri non-harga gas bumi tertentu (HGBT) per 1 Oktober 2023 oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN dinilai dapat memicu penurunan daya saing industri dan potensi inflasi karena kenaikan harga di masyarakat.

Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bobby Gofur Umar mengatakan, penurunan daya saing industri tersebut dapat berdampak pada risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).

”Kenaikan harga gas bumi bagi produksi akan berdampak secara makro. Pertama, akan mengurangi atau memotong produksi hingga 30 persen dari total produksi gas Indonesia," kata Bobby melalui siaran pers, Senin (4/9/2023).

Kedua, Bobby menilai naiknya harga gas industri non-HGBT ini dapat mengurangi daya beli industri dan pengurangan tenaga kerja. Ketiga, terdapat risiko penurunan ekspor Indonesia dan berkurangnya market share di pasar global. 

Keempat, iklim investasi akan merosot karena Indonesia kalah bersaing dengan negara lain. Kelima, kenaikan harga gas bumi pada akhirnya berpotensi menyebabkan inflasi yang mesti dihindari. 

"Dampak kenaikan harga gas telah dirasakan sejumlah sektor industri," imbuhnya.

Adapun, beberapa di antaranya terasa pada industri makanan yang menggunakan energi gas sekitar 50 persen dari biaya produksi sehingga dengan kenaikan tersebut akan menurunkan daya saing baik di dalam negeri maupun ekspor global. 

"Industri makanan yang telah beralih dari bahan bakar fosil ke gas karena menerapkan prinsip ramah lingkungan," paparnya. 

Tak hanya industri makanan, rencana kenaikan harga gas industri juga dikeluhkan industri tekstil. Pasalnya, industri ini disebut telah mempekerjakan sekitar 3,5 juta pekerja dan masih dalam pemulihan pasca-Covid-19. 

Industri tekstil disebut meminta kenaikan harga gas untuk alokasi gas industri tertentu (AGIT) oleh PGN dibatalkan demi ketahanan industri tekstil nasional.

Melihat deretan dampak tersebut, Wakil Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo Rachmat Harsono menuturkan bahwa semestinya tidak ada alasan bagi PGN untuk menaikkan harga gas bumi.

"Dunia usaha meminta agar pihak terkait memberikan informasi transparan mengenai perhitungan bahan baku, transportasi, dan lainnya sebelum memutuskan kenaikan harga gas bumi," pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, PGN berencana melakukan penyesuaian harga jual gas kepada pelanggan komersial dan industri per 1 Oktober 2023.

Berdasarkan surat edaran yang diterima Bisnis, penyesuaian harga ini terjadi terhadap sejumlah kategori pelanggan. Surat edaran tersebut bersifat lokal dan ditandatangani oleh Area Head PGN Bekasi Reza Maghraby. 

Harga gas untuk pelanggan komersial dan industri PB-KSv yang awalnya dipatok seharga US$9,78 per MMbtu, akan naik menjadi US$11,99 per MMbtu.

Kenaikan juga terjadi untuk harga gas pelanggan Bronze 2 yang dipatok US$12,52 per MMbtu, sebelumnya US$9,20 per MMbtu. 

Kemudian, harga gas untuk pelanggan Bronze 3 akan dipatok sebesar US$12,31 per MMbtu dari sebelumnya US$ 9,16 per MMbtu.

Lebih lanjut, untuk pelanggan Bronze 1 dipatok Rp10.000 per meter kubik, sebelumnya Rp6.000 per meter kubik. Namun, harga ini mulai ditetapkan pada per 1 Januari 2024.

Kementerian ESDM Tak Merestui

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak menyetujui rencana penaikan harga gas oleh PGN.

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, langkah yang diambil PGN merupakan hal yang sah saja. Namun, pemerintah memiliki kebijakan lain untuk tetap tidak menaikkan harga gas saat ini.

"Kita enggak mengizinkan. Itu sebenarnya aturan dari dia, maka harus diumumkan sekarang, kalau tidak diumumkan sekarang nanti sudah telat, jadi umumkan sekarang, tapi pemerintah kan kebijakannya tidak menaikkan harga," kata Tutuka, Selasa (29/8/2023).

Lebih lanjut, Tutuka menjelaskan bahwa pada prinsipnya pemerintah masih menginginkan harga gas untuk pelanggan industri bisa ekonomis. Terlebih, untuk saat ini pihaknya telah menetapkan alokasi gas yang ditujukan bagi industri.

"Kemudian dia menjual dengan harga yang memberatkan konsumen, kan kita tidak bolehkan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper