Bisnis.com, JAKARTA – Harga gas yang kompetitif menjadi faktor penting mendorong aktivitas dan daya saing industri nasional. Pelaku bisnis berharap pemerintah berpihak dan memberikan kebijakan yang pro industri.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan pemerintah seharusnya merespons cepat persoalan rencana kenaikan harga gas industri oleh PT Pertamina Gas Negara Tbk. (PGN).
Rencana kenaikan harga gas industri terendus dengan beredarnya surat edaran yang ditandatangani Area Head PGN Bekasi mengenai penyesuaian harga terhadap beberapa kategori pelanggan komersial.
“Sebenarnya distribusi itu banyak, di beberapa daerah itu ada 3 atau bahkan 4, tapi yang menaikkan harga per 1 Oktober itu baru PGN dan itu pun untuk wilayah Jawa Bagian Barat,” tutur Elisa dalam Podcast Broadcash, Rabu (30/8/2023).
Menurutnya, selama ini pelaku industri tidak menuntut untuk mendapatkan harga gas yang murah, tetapi harga gas yang paling kompetitif. Dengan begitu, geliat industri dapat terasa dan akhirnya pemerintah bisa mendapatkan multiplier effect.
Baca Juga
“Di seluruh dunia, mengukur kemajuan suatu negara salah satunya adalah faktor pengelolaan energi nya. Penggunaan energi dan pengelolaan energinya per kapita, itu ukurannya, dan bagaimana dapat dikelola dengan baik, dengan harga yang acceptable,” tegasnya.
Terpisah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung penolakan pelaku usaha industri atas rencana kenaikan harga gas industri non-harga gas bumi tertentu (HGBT) pada 1 Oktober 2023 mendatang.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan rencana yang dicanangkan oleh PGN itu dengan telak menekan industri pupuk, petrokimia, karet hingga etanol.
"Kami terus akan mengawal yang beredar kemarin [kenaikan harga gas PGN] tidak akan terjadi karena lonjakan tersebut memang pukulan berat di sektor kami," kata Warsito di Jakarta, Senin (28/8/2023).