Bisnis.com, TANGERANG – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membeberkan cerita saat kalah Indonesia dalam persidangan terkait nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Dirinya mengungkapkan bahwa negara-negara Eropa, tidak pernah merasa ikhlas jika negara berkembang seperti Indonesia tumbuh menjadi negara maju. Bahlil pun melaporkan hal tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendapatkan arahan.
“Apa kata dia [Presiden Jokowi]? Mas Bahlil negara ini sudah merdeka, Mas Bahlil kan tahu negara kita beda dengan Malaysia dan Singapura. Mereka itu kemerdekaan yang diberikan tapi Indonesia kemerdekaan yang diperjuangkan, kemerdekaan yang banyak mengorbankan nyawa dan harta,” ungkapnya dalam Rakernas Hipmi ke-XVIII di ICE BSD City, Kamis (31/8/2023).
Berdasarkan cerita Bahlil, Jokowi menekankan bahwa tidak boleh ada negara lain yang mengintervensi keputusan Indonesia dalam menerapkan larangan ekspor nikel sebagai upaya hilirisasi.
Bahlil yang merupakan Mantan Ketua Umum HIPMI 2015-2019 tersebut mengaitkan keputusan Jokowi dengan jiwa nasionalisme yang dimiliki Presiden ke-7 tersebut.
“Jadi kalau bicara nasionalisme, bicara keberanian, sekalipun laki-laki ini bukan tentara, bukan polisi, nyalinya gede juga karena memang mantan ketua HIPMI Solo. Bukan ketua umum lagi, ketua bidang,” tegasnya.
Baca Juga
Polemik mengenai ekspor nikel ini kian menjadi persoalan. Pasalnya, nikel sendiri merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam baterai kendaraan listrik.
Pada periode 2017 hingga 2018, komoditas ekspor Indonesia khususnya nikel tercatat hanya US$3,3 miliar. Kemudian, saat larangan ekspor nikel diterapkan, nilai ekspor komditas tersebut terkerek naik hingga 10 kali lipat mencapai US$30 miliar. Indonesia dilaporkan menjadi salah satu negara yang memiliki potensi nikel terbesar mencapai 25 persen atas cadangan dunia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengingatkan kembali bahwa jangan sampai Indonesia mengulangi kesalahan 50 tahun silam.
Indonesia gagal mendapatkan nilai tambah dari komoditas minyak pada 1970-an. Kemudian, pada tahun 1980-an ketika ada booming komoditas kayu, Indonesia tetap bergeming tidak memanfaatkan momentum tersebut.
"Sejarah lama itu tidak boleh terulang lagi jangan ekspor bahan mentah, nanti tolong diingatkan pemimpin yang akan datang, jangan ekspor bahan mentah, rakyat harus berani mengingatkan mengenai itu," tegasnya beberapa waktu lalu.