Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahlil Blak-blakan soal Uni Eropa Jegal Hilirisasi Nikel RI Lewat WTO

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membeberkan alasan Uni Eropa menggugat Indonesia di WTO terkait larangan ekspor nikel.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat wawancara dengan Bisnis Indonesia di Jakarta, Selasa (25/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat wawancara dengan Bisnis Indonesia di Jakarta, Selasa (25/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rangkaian kronologi Indonesia kalah gugatan dengan Uni Eropa di hadapan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) terkait larangan ekspor nikel.

Bahlil mengatakan Uni Eropa sempat menjegal Indonesia agar tidak bisa lagi untuk tidak mengekspor nikel yang merupakan komoditas utama dalam tren implementasi energi hijau yang belakangan dicanangkan.

"Begitu kita menyetop ekspor, kita dibawa ke WTO oleh Eropa, dan Eropa memprotes kita untuk kita tidak boleh lagi tidak melakukan ekspor nikel," kata Bahlil saat memberikan materi dalam Kuliah Umum di hadapan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Selasa (29/8/2023).

Polemik mengenai ekspor nikel ini kian menjadi persoalan. Pasalnya, nikel sendiri merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam baterai kendaraan listrik. Adapun, Indonesia dilaporkan menjadi salah satu negara yang memiliki potensi nikel terbesar mencapai 25 persen atas cadangan dunia.

"Mobil listrik itu komponennya 40 persen baterai dan 60 persen merupakan rangkanya dan battery cell itu komponennya adalah nikel, mangan, cobalt dan litium. Kita Indonesia mempunyai cadangan nikel 25 persen dunia," ujar Bahlil.

Seiring dengan hal tersebut, Bahlil secara tegas menekankan bahwa Indonesia tidak akan lengah mengenai hal tersebut. Dia memastikan siap menjalankan mandat Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk terus melakukan perlawanan.

Sebagai gambaran, pada 2017 hingga 2018 komoditas nikel ekspor Indonesia tercatat hanya US$3,3 miliar. Kemudian, saat larangan ekspor nikel diterapkan, nikel Indonesia dilaporkan telah mencapai US$30 miliar dolar naik hampir 10 kali lipat. 

"Dari Rp45 triliun sampai Rp50 triliun [sebelum larang ekspor], sekarang sudah mencapai Rp400 triliun lebih bahkan sudah mencapai 500 triliun lebih," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah Indonesia terus menggencarkan semangat hilirisasi mulai dari nikel dan industri bahan baku lainnya. Upaya hilirisasi industri yang semakin masif dilakukan ini diharapkan dapat berlanjut setelah pemerintahan Presiden Jokowi lengser.

Harapan tersebut disampaikan Jokowi dalam agenda Peresmian Pembukaan Rakernas Gamki di Medan, Sabtu (19/8/2023). Dia menuturkan bahwa hilirisasi memiliki nilai tambah yang signifikan lebih tinggi dan menguntungkan negara.

"Pemimpin ke depan harus berani melanjutkan itu meskipun risikonya digugat di WTO [World Trade Organization], ditekan IMF [International Monetary Fund], mungkin ada negara lain yang menekan lagi, jangan mundur!," kata Jokowi, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (20/8/2023). 

Presiden ke-7 RI itu juga menyebutkan, jika ekspor bahan mentah tidak dilakukan dan hilirisasi diabaikan, maka Indonesia tidak akan menjadi negara maju. Jika kebijakan tersebut tidak berlanjut, Jokowi khawatir Indonesia akan rugi besar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper