Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa Indonesia akan tetap menghentikan ekspor mineral mentah seperti nikel meskipun menuai polemik di dunia internasional. Bahkan, Kelapa Negara menegaskan kebijakan yang sama akan diperluas seperti komoditas perkebunan dan kelautan.
Hal ini disampaikannya saat menghadiri pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Masa Bakti 2023-2028 di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
“Kalau bisa kami ingin melakukan hilirisasi berhasil untuk semua sektor baik mineral, pertanian, perikanan semuanya bisa dihilirisasi,” ujarnya dalam forum tersebut.
Orang nomor satu di Indonesia itu pun menegaskan bahwa meskipun Indonesia sering kali digugat oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) hingga International Monetary Fund (IMF) tetapi hilirisasi akan terus dilakukan agar Indonesia bisa melompat menjadi Negara Maju.
Dia pun mencontohkan untuk komoditas nikel, hilirisasi memberikan banyak dampak positif bagi Negara mulai urusan pendapatan ekonomi hingga berkaitan dengan pembukaan lapangan kerja.
Misalnya, di Sulawesi Tenggara dia menyebut sebelum melaksanakan hilirisasi serapan tenaga kerja hanya 1.800 pekerja dan setelah hilirisasi menjadi 71.500 tenaga kerja yang terserap. Kemudian, di Maluku Utara sebelum hilirisasi hanya 500 orang yang terserap kerja, tetapi meningkat menjadi 45.600 tenaga kerja yang terserap setelah adanya hilirisasi.
Baca Juga
Di sisi lain, Jokowi memerinci keuntungan lainnya dari nikel bisa mempengaruhi sisi pungutan pendapatan negara dari pajak, sebab pada 2015 ekspor barang mentah dari nikel mencapai Rp31 triliun. Sedangkan, saat ini nilai ekspor nikel sudah mencapai Rp510 triliun.
Oleh sebab itu, dia melanjutkan bahwa Negara pasti akan memungut pajak PPN, PPh, royalti, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pertumbuhan hasil ekspor tersebut. Bahkan, menurutnya pertumbuhan data tersebut belum termasuk dengan hasil yang tengah berkembang di Morowali, Sulawesi Tengah.
"Saya sebetulnya mau membuka di Morowali itu Negara dapat berapa, tetapi ini rahasia dari Dirjen Pajak. Namun besar sekali saya kaget juga dapet angkanya," jelasnya.
Dia melanjutkan bahwa hilirisasi nikel memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian daerah, khususnya yang menjadi lokasi pertambangan seperti Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Maluku Utara.
Pertumbuhan ekonomi daerah di Sulawesi Tengah yang sebelumnya 7-7,5 persen naik menjadi 15 persen usai ada hilirisasi. Begitu juga di Maluku Utara dari sebelumnya 5,7 persen menjadi 23 persen.
Dia menilai pertumbuhan ekonomi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional yang berkisar pada level 5 persen.
Oleh sebab itu, Jokowi ingin kebijakan hilirisasi terus dilanjutkan. Tidak hanya untuk nikel namun juga komoditas lainny, sehingga daerah lain juga bisa mendapatkan keuntungan.
"Kemudian kalau kita lihat ini untuk seluruh produk turunan nikel, tidak hanya besi baja saya dulu US$ 1,1 miliar, ini seluruh produk turunan nikel 2014 - 2015 ke sana kita ekspor barang mentah hanya menghasilkan US$2,1 miliar, kurang lebih Rp31 triliun, setelah hilirisasi menjadi Rp510 triliun, dari kembali lagi dari US$2,1 miliar melompat menjadi US$33,8 miliar, berarti melompatnya berapa kali," pungkas Jokowi.