Bisnis.com, JAKARTA – Layanan Operasional Light Rail Transit (LRT) Jabodebek telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (28/8/2023).
Kehadiran LRT Jabodebek diharapkan dapat menjadi salah satu solusi kemacetan di Jakarta dan sekitarnya. Layanan Operasional LRT Jabodebek juga diintegrasikan dengan layanan operasional Commuter Line. Namun, mayoritas penumpang menyoroti tarif LRT Jabodebek sudah diumumkan pemerintah yang berkisar pada harga Rp20.000-an per orang untuk sekali perjalanan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 67 Tahun 2023, tarif LRT Jabodebek adalah Rp 5.000 untuk kilometer pertama. Sementara itu, penumpang LRT akan dikenakan tarif senilai Rp 700 untuk kilometer selanjutnya.
Menurut mereka tarif yang ditentukan itu masih dikeluhkan terlalu mahal, apalagi jika penumpang ingin menjadikan LRT Jabodebek sebagai moda andalan untuk bepergian pulang-pergi setiap hari.
Dewanty Giany Kurniawan, salah satu warga Cibubur yang bekerja di sekitar Jalan Palmerah Utara mengatakan tarif LRT Jabodebek dirasa masih cukup mahal. Apalagi bila diandalkan untuk pulang pergi dari tempat tinggalnya.
“Contohnya, Harjamukti—Cawang dengan harga Rp14.800 menurut saya cukup mahal sih, karena sebenarnya kami masih bisa menempuh dari Transjakarta Cibubur Junction–Cawang Rp3.500 saja, jadi mungkin lebih wise harganya kalo di kisaran Rp8.000—Rp10.000 kalau ke Cawang,” tuturnya saat ditemui di Stasiun LRT Harjamukti, Selasa (29/8/2023).
Baca Juga
Namun, dia mengaku senang karena kereta api ringan tersebut akhirnya bisa beroperasi setelah molor berkali-kali peresmiannya. Apalagi, dia menilai transportasi massal itu membantu masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari MRT, transjakarta, dan Commuter Line (KRL).
Menurutnya, setelah mencoba menjajal kendaraan publik tersebut cukup membantunya untuk mempersingkat perjalanannya menuju ke kantor.
“Fasilitas sudah oke, tetapi tadi masih ada kendala keterlambatan keberangkatan tadi. Jadwal delay atau mundur 10 menit itu untuk kami yang pekerja berbahaya sih,” ucapnya.
Senada Rizqona Faqihul Ilma mengatakan dari Cibubur sebenarnya terdapat ragam pilihan transportasi dengan harga yang pun tak jauh berbeda, yakni dikisaran Rp20.000 dari Cibubur, mengingat LRT Jabodebek memakan tarifnya Rp21.800 dari Stasiun Harjamukti Cibubur menuju Stasiun Dukuh Atas.
Kendati demikian, menurutnya, LRT Jabodebek punya kelebihan utama yaitu kecepatan waktu tempuh sehingga apabila dihadapkan dengan kondisi terburu-buru, maka dia mau saja menggunakan LRT Jabodebek dari Cibubur.
Namun, menurutnya terdapat sejumlah catatan yang harus segera diperbaiki, yakni jam operasional yang harus diperpanjang, armada yang beroperasi harus terus dimonitor untuk menghindari keterlambatan atau delayed, dan subsidi tarif. Hal ini dikarenakan tarif menjadi pertimbangan utama bagi para penumpang.
“Sejauh ini paling bikin berat tarifnya sih. Subsidi rasanya penting banget kalo emang mau narik pengguna baru yang sebelumnya naik kendaraan pribadi. Seharusnya harganya [juga] tak lebih mahal dari MRT. Dan yang paling penting durasi perjalanannya. Kalau [perjalanan] lama orang males juga,” paparnya.
Pendapat berbeda hadir dari Rezha Hadyan, dia menilai bahwa tarif LRT tak bisa dibandingkan secara apple to apple dengan transjakarta, karena fasilitas yang ditawarkan pun sebenarnya berbeda.
Menurutnya, apabila masyarakat selama ini menggunakan transportasi elf atau Mayasari akan membutuhkan biaya lebih mahal dan waktu perjalanan lebih lama apabila dibandingkan dengan menggunakan LRT.
Dia mengamini bahwa jauh lebih murah jika naik TransJakarta tetapi masyarakat juga dituntut dengan effort lainnya, yakni melawan arus kemacetan. Mengingat di lapangan jalur bus way seringkali dipakai oleh kendaraan pribadi.
“Belum lagi buang waktu Turun BNN, ganti lagi yang ke BKN, baru naik yang Cibubur dari BKN. Misalnya juga buat yang tujuannya ke Kuningan bisa jadi, berangkat dari Cikunir, Jatibening, Cibubur yang jauh dari stasiun KRL. Mereka tak perlu ngeluarin duit buat ojek lagi atau naik TJ lagi,” ucapnya.
Meski begitu, dia menyebut memang terdapat sejumlah catatan yang perlu terus diperbaiki. Misalnya, di beberapa titik jalan LRT akan bergerak sangat pelan, padahal kereta api ringan itu bergerak di jalur rel dengan titik yang lurus.
“Sama keluar masuk stasiunnya ini tak bisa smooth kaya MRT/KRL yang dari kencang ke pelan tak kerasa. Kemudian, di stasiun waktu berhentinya sebenarnya berapa lama? Ada yang sampai 2-3 menit ada yang hitungan detik. Sama LED di pintu juga nggak nampilin info stasiun kaya KRL/MRT. Padahal itu membantu buat tuna rungu,” pungkas Rezha.
Di sisi lain, Pemerintah mengalokasikan Rp66 miliar untuk menyubsidi moda transportasi massal Lintas Rel Terpadu (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) hingga 2024.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Mohamad Risal Wasal menyebut bahwa Pemerintah telah menyiapkan pagu untuk mensubsidi tarif kereta api ringan tersebut hingga Rp66 Miliar.
Dia melanjutkan bahwa besaran subsidi tarif tersebut mulai dikucurkan pada hari ini, Senin (28/8/2023) sejak LRT Jabodebek beroperasi sehingga masyarakat hanya akan dibebankan tarif sebesar Rp5.000 sekali perjalanan selama September 2023.
“Tarif LRT itu Rp5.000 selama September ini, setelah itu maksimalnya Rp20.000, tidak lagi Rp5.000 lagi tetapi menyesuaikan jarak dan maksimal Rp20.000, semuanya PSO. Jadi, mau Rp20.000 atau Rp5.000 itu disubsidi oleh Pemerintah. Setahun itu anggaran yang disiapkan subsidi sarana untuk penumpang Rp66 miliar,” kata saat ditemui di Stasiun LRT Dukuh Atas, Senin (28/8/2023).