Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri China Melemah, Alarm Goncangan PMI Manufaktur RI

Meski masih terlihat menguat pada semester pertama 2023, kontraksi industri China dapat menghantam kinerja manufaktur dalam negeri.
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA- Kinerja industri China kian melemah melanjutkan tren kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut. Kondisi ini terjadi karena pemulihan pascapandemi yang tersendat dan lemahnya permintaan industri. 

Data Biro Statistik Nasional China menunjukkan adanya penyusutan pendapatan industri hingga 15,5 persen (year-on-year/yoy) untuk tujuh bulan pertama, menyusul penurunan 16,8 persen pada paruh pertama tahun ini. Sementara pada Juni 2023, pendapatan turun 8,3 persen. 

Ekonom Senior Core Indonesia Ina Primiana mengatakan pelemahan industri China akan berdampak pada ekonomi global, termasuk Indonesia. Salah satu yang akan terimbas yakni kontraksi pada Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia. 

"Tentunya akan terimbas juga dengan pelemahan dari industri China karena industri kita terbesar ekspor dan impor dari China, dan itu akan ditunjukkan pada kontraksi juga di PMI," kata Ina kepada Bisnis, Selasa (29/8/2023). 

Adapun, pada Juli 2023, PMI manufaktur Indonesia tercatat menguat ke level 53,3 dibandingkan dengan Juni 2023 di level 52,5. Laju ekspansi sektor manufaktur di Tanah Air ini merupakan tingkat ekspansi tertinggi sejak 10 bulan terakhir atau September 2022.

Mengutip data Trading Economics, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2023 tersebut mampu melampaui PMI manufaktur sejumlah negara Asean, seperti Malaysia yang masih berada di zona kontraksi 47,8, Vietnam di level 48,7, China 49,2 hingga Amerika Serikat 49,9. 

Meski masih terlihat menguat pada semester pertama 2023, kontraksi industri China dapat menghantam kinerja manufaktur dalam negeri. Pada situasi genting ini, Ina melihat stimulus yang dapat mempertahankan industri domestik yakni dengan optimalisasi pemanfaatan bahan baku dan bahan penolong dalam negeri. 

Tak hanya itu, penguatan pasar domestik juga menjadi solusi. Hal ini perlu dilakukan juga guna menghindari banjir impor dari China yang dapat terjadi akibat melemahnya permintaan industri di negeri tirai bambu itu. 

"Namun perlu dipikirkan terkait dengan biaya logistik yang mempengaruhi terhadap harga," terangnya.

Lebih lanjut, Ina menegaskan bahwa diperlukan kebijakan-kebijakan disisi hulu, serta pemberian insentif untuk menekan biaya ekonomi tinggi yang nantinya akan berdampak pada peningkatan biaya logistik hingga harga jual.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper