Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usainya Bulan Madu Industri Nonmigas, Bersiap Terhempas Perlambatan China

Secara statistik, China merupakan mitra utama paling besar bagi ekspor nonmigas Indonesia, menyumbang 24,8 persen dari total nilai ekspor nonmigas.
Ilustrasi ekspor nonmigas Indonesia ke China/Istimewa
Ilustrasi ekspor nonmigas Indonesia ke China/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Perlambatan perekonomian dan jatuhnya manufaktur China bakal berimbas terhadap kinerja industri nonmigas Indonesia. Para pemangku kepentingan harus bersiap memutar arah layar, memburu pasar ekspor anyar.

Secara statistik, Tiongkok merupakan mitra utama paling besar bagi ekspor nonmigas Indonesia. Tercatat untuk periode Januari-Juli tahun ini saja, nilai ekspor nonmigas ke China mencapai US$34,85 miliar, setara 24,82 persen dari US$140,46 miliar total nilai ekspor nonmigas.

Tidak hanya itu, ekspor tersebut pun terus mengalami tren pertumbuhan. Secara tahunan, hingga Juli, nilai ekspor nonmigas RI ke China tumbuh 6 persen.

Memang, selain China terdapat Amerika Serikat dan India yang jadi sasaran empuk komoditas nonmigas asal Indonesia. Pada Juli, misalnya, ekspor nonmigas ke Tiongkok mencapai US$4,93 miliar, disusul Amerika Serikat sebesar US$2,03 miliar, dan India sejumlah US$1,82 miliar.

Di sisi lain, wabilkhusus China, ekspor nonmigas Indonesia memang didominasi oleh komoditas tambang dan turunannya. Nikel menjadi penyumbang ekspor nonmigas paling besar ke Tiongkok, dengan catatan pertumbuhan nilai 43,9 persen pada Juli kemarin. Selebihnya, ekspor itu ditopang sektor manufaktur.

Kinerja mengkilap ekspor Indonesia itupun juga tercermin secara makro dan indikator manufaktur, sebagai salah satu penopang ekspor nonmigas. Pemerintah masih optimistis terhadap kinerja sektor nonmigas dari sektor manufaktur, seiring tren positif Purchasing Manager’s Index (PMI) hingga Juli.

Kondisi ini menjadi salah satu poin yang dibanggakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Dia menjelaskan bahwa PMI manufaktur global menunjukkan pelemahan. Di sisi lain, indeks growth domestic product (GDP) manufaktur Indonesia mengalami kenaikan.

"Indonesia, on the other hand, masih tetap terjaga resiliensinya, makanya kalau kita lihat negara G20 dan Asean, Indonesia bersama India, Filipina, dan Meksiko adalah empat negara yang PMI-nya itu ekspansif dan accelerated, yang lainnya either ekspansi melambat atau kontraksi," kata Sri Mulyani pada Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024, Rabu (15/8/2023).

PMI manufaktur Indonesia tercatat menguat ke level 53,3 pada Juli 2023 dibandingkan bulan sebelumnya di level 52,5. Laju ekspansi sektor manufaktur di Tanah Air ini merupakan tingkat ekspansi tertinggi sejak 10 bulan terakhir atau September 2022.

Mengutip data Trading Economics, Selasa, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2023 tersebut mampu melampaui PMI manufaktur sejumlah negara Asean, seperti Malaysia yang masih berada di zona kontraksi 47,8 dan Vietnam di level 48,7, serta Filipina di level 51,9.

Di sisi lain, melansir dari Trading Economics, pada kuartal II/2023 ekonomi China berhasil tumbuh 6,3 persen. Lebih lambat dari perkiraan konsensus yang mencapai 7,1 persen.  Alhasil, pertumbuhan ekonomi China yang tidak sesuai ekspektasi tersebut berdampak pada kinerja ekspor Indonesia yang melemah.

Lebih jauh, korporasi industri China masih belum mampu beranjak dari zona merah, menyusul tingginya risiko perlambatan ekonomi dan deflasi yang membatasi penjualan produk perusahaan manufaktur.

Biro Statistik Nasional mencatat, laba perusahaan industri di Negeri Panda turun sebesar 6,7 persen pada bulan lalu. Adapun, pada Juni 2023 penurunan mencapai 8,3 persen.

“Sementara itu, secara kumulatif pada periode Januari–Juli tahun ini laba perusahaan anjlok hingga 15,5 persen,” tulis pernyataan resmi Biro Statistik Nasional.

PENURUNAN EKSPOR 

Sinyal pelambatan perekonomian China dan kelesuan daya beli itupun sudah mengimbas ke beberapa sektor manufaktur. Ambil contoh, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor furnitur (HS 94) pada Juni 2023 mengalami penurunan menjadi US$174 juta dari periode yang sama tahun lalu yakni sebesar US$263 juta.  

Secara keseluruhan, sebagaimana diungkapkan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), kinerja ekspor sepanjang tahun ini telah turun 20 persen dibandingkan tahun lalu. Karena itu, para pelaku industri pun tengah memutar otak mengalihkan pangsa pasar ekspor terbesar dari China dan Amerika Serikat ke Timur Tengah dan India. 

Ketua Presidium HIMKI, Abdul Sobur, mengatakan pihaknya tengah berupaya untuk memanfaatkan potensi pasar di luar China yang tengah mengalami pelemahan ekonomi dan Amerika Serikat yang dihadang inflasi tinggi.  "Kita harus coba mengalihkan ke pasar di luar itu, seperti Timur Tengah dan India," kata Sobur kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Keresahan serupa juga telah menjalar pemangku kebijakan. Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Iss Savitri Hafid mengatakan bahwa negara-negara Asean saat ini mulai melirik peluang kerja sama ekonomi yang lebih besar dengan India.

“Biasa kan kita anchoring ke China, ini China seperti ini, terus kita juga melihat India lagi [ada] potensi, jadi akan kita bahas bagaimana itu mempengaruhi prospek dan challenges di regional di Asean dengan memanfaatkan dinamika di China dan India,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper