Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Usaha Khawatir Kenaikan Harga Gas PGN Picu Deindustrialisasi

Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menyebut rencana PGN menaikkan harga gas industri berisiko tinggi bagi industri dalam negeri.
Petugas mengawasi pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Istimewa/PGN
Petugas mengawasi pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Istimewa/PGN

Bisnis.com, JAKARTA - Para pelaku usaha industri pengguna gas bumi menilai rencana kenaikan harga gas industri non-harga gas bumi tertentu (HGBT) per 1 Oktober 2023 dapat memberikan dampak negatif dan risiko tinggi terhadap industri dalam negeri. 

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus H. Gunawan mengatakan, beberapa risiko yang akan terjadi ketika PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN merealisasikan penyesuaian harga gas tersebut, antara lain mulai dari deindustrialisasi, penurunan penyerapan tenaga kerja, hingga investasi yang menyusut. 

"Ketika PGN nekat naikkan harga gas per 1 Oktober maka daya saing industri menurun sama dengan deindustrialisasi," kata Yustinus kepada Bisnis, Jumat (25/8/2023). 

Tak hanya itu, dia pun memprediksi akan ada dampak terhadap penurunan pendapatan negara berupa ekspor devisa, penerimaan pajak turun, trickle down effect yang berkurang. 

Padahal, menurut Yustinus, serapan gas oleh industri manufaktur akan meningkat karena produktivitas industri yang gencar. Apalagi, manufaktur akan masif menyerap produksi gas dengan dari Blok Masela dan Blok Warim ketika beroperasi nantinya.

Yustinus memandang, jalan tengah untuk menghindari dampak negatif tersebut, yakni dengan membatalkan kenaikan harga tersebut dan menyesuaikan alokasi gas industri tertentu (AGIT) PGN dengan aturan Kementerian ESDM No.91/2023.

Dia juga mendorong penentuan keseimbangan harga dan volume gas untuk sektor produktif dalam hal ini industri manufaktur, melalui kebijakan khusus tentang HGBT untuk semua sektor industri manufaktur. 

"Batalkan kenaikan harga gas, naikkan AGIT PGN mencapai AGIT Kepmen ESDM, manfaatkan semaksimal mungkin anggaran pengurangan bagian negara dari gas, maka deindustrialisasi terhindarkan," jelasnya. 

Sebelumnya, dia mengatakan, setiap perusahaan manufaktur umumnya telah merancang antisipasi kenaikan harga gas pada periode tertentu. 

Yustinus mencontohkan, rancangan antisipasi yang dilakukan oleh para pelaku industri manufaktur dilakukan untuk menangkal penurunan produktivitas setelah berakhirnya kebijakan HGBT US$6 per MMBTU pada 2024. 

Namun, kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 134.K/2021 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri itu diubah melalui Kepmen ESDM 91.K/2023. 

Adapun, regulasi tersebut mengubah harga jual gas murah menjadi US$6,5 - US$7 per MMBtu per Mei 2023. Hal ini menjadi salah satu kondisi yang masih dapat ditoleransi.

"Kenaikan ini diperkirakan masih bisa diatasi dengan penghematan biaya operasional dan penajaman produk yang lebih bernilai tambah," tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper