Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BUMN Rusia Mundur dari Proyek Gas Natuna RI, Belasan Perusahaan Antre Gantikan

SKK Migas mengungkapkan terdapat belasan perusahaan migas berminat untuk menggantikan Zarubezhneft di Blok Tuna
Platform migas lepas pantai. Istimewa/SKK Migas
Platform migas lepas pantai. Istimewa/SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan terdapat belasan perusahaan minyak dan gas (migas) kelas wahid berminat menggantikan posisi perusahaan pelat merah asal Rusia, Zarubezhneft di Blok Tuna.

Blok kaya gas yang terletak di lepas pantai Natuna Timur itu dioperatori perusahaan migas asal Inggris Premier Oil Tuna BV (Harbour Energy Group) dengan hak partisipasi 50 persen. Zarubezhneft lewat anak usahanya, ZN Asia Ltd ikut memegang 50 persen hak partisipasi Blok Tuna.

Hanya saja, rencana pengembangan atau plan of development (PoD) lapangan yang telah disetujui awal tahun ini mesti terhambat lantaran sanksi yang dikenakan negara-negara barat terhadap perusahaan-perusahaan Rusia, termasuk Zarubezhneft dan portofolio bisnisnya di seluruh dunia.  

“Kebesaran jiwa Zarubezhneft yang mau mundur, yang memerlukan penggantinya. Penggantinya ada? Banyak yang mau, belasan lah, jadi yang mengantre ingin mengganti posisi Zarubezhneft itu belasan, sekarang yang pusing Harbour memilih perusahaan mana yang cocok,” kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf di Jakarta, Rabu (23/8/2023). 

Nanang menjelaskan, sanksi finansial yang dikenakan Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat sebagai tanggapan atas invasi Rusia di Ukraina, membuat Harbour tidak dapat melakukan transaksi maupun bermitra dengan perusahaan Rusia. Oleh karena itu, Zarubezhneft terpaksa harus mundur agar proyek dapat berjalan. 

“Harbour punya call dalam hal ini untuk memilih [calon pengganti], tetapi Zarubezhneft yang bertransaksi untuk divestasinya begitu, kita doakan saja untuk segera selesai karena PoD-nya sudah ada tinggal dieksekusi saja,” kata Nanang. 

Adapun, Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMscfd).

Investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun. Perkiraan biaya investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna terdiri atas investasi (di luar sunk cost) sebesar US$1,05 miliar, investasi terkait biaya operasi sampai dengan economic limit sebesar US$2,02 miliar, dan biaya abandonment and site restoration (ASR) sebesar US$147,59 juta.

Untuk mendorong keekonomian, pemerintah memberikan beberapa insentif dengan asumsi masa produksi sampai 2035 mendatang. Pemerintah mengambil bagian gross revenue sebesar US$1,24 miliar atau setara dengan Rp18,4 triliun. Adapun, kontraktor gross revenue sebesar US$773 juta atau setara dengan Rp11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai US$3,315 miliar.  

Rencananya hasil produksi gas dari Lapangan Tuna bakal diekspor ke Vietnam pada 2026 mendatang. 

“Komersialisasinya nanti ke Vietnam karena jaraknya jika ditarik ke pasar domestik di Indonesia itu 600 kilometer bikin pipanya tapi kalau ditarik ke Vietnam dari fasilitas produksi yang ada saat ini kira kira hanya 20 kilometer lah, kebetulan Vietnam butuh gas juga kita ada pasokannya,” kata Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper