Bisnis.com, JAKARTA – Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan nilai defisit US$7,4 miliar pada kuartal II/2023 sejalan dengan defisitnya transaksi berjalan yang mencapai US$1,9 miliar.
Bank Indonesia mencatat transaksi berjalan yang sebelumnya surplus sejak kuartal III/2021 tersebut tertekan oleh transaksi jasa yang defisit sekitar US$4 miliar, dipengaruhi karena defisit jasa transportasi barang, jasa telekomunikasi, dan asuransi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menyampaikan bahwa transaksi berjalan untuk jasa memang selalu mencatatkan defisit. Bahkan defisit tersebut lebih cepat dari perkiraan pada kuartal III/2023.
“Kenapa defisit lebih cepat itu karena perdagangan barangnya, perdagangan jasa memang nggak pernah surplus. Perdagangan barang ini yang tadinya di tahun lalu surplus karena booming commodity, begitu harga turun, kinerja perdagangan kita kontraksi,” ujarnya, Selasa (22/8/2023).
Defisitnya neraca jasa didorong oleh jasa transportasi yang berkaitan dengan pengiriman barang ekspor dan impor.
Faisal menjelaksan bahwa untuk kegiatan ekspor impor, Indonesia mengandalkan armada dari luar negeri, karena Indonnesia tidak memiliki banyak kapal-kapal besar.
Baca Juga
“Jadi itu yang selama ini tidak berubah, ini masalah fundamental. Ada bagian dari transaksi jasa yang surplus yang selalu mendorong atau meredam defisit di perdagangan jasa transportasi dan lain lain, yaitu dari pariwisata atau traveling,” tambah Faisal.
Sama seperti negara Asean lainnya seperti Thailand, yang neraca jasa defisit akibat jasa transportasi dan mengandalkan sektor pariwisata untuk menutup defisit tersebut.
Faisal mengungkapkan kondisi ini berbeda dengan Singapura yang justru surplus karena negara tersebut yang menyediakan kapal-kapal tersebut.
“Jadi artinya, Indonesia memang harus melakukan lebih serius untuk mendorong supaya kita bisa memperkuat armada perkapalan untuk mendukung aktivitas ekspor impor, sehingga kita bisa mengurangi ketergantungan jasa transportasi armada perkapalan dari luar negeri,” usulnya.
Selain itu, cara untuk menutup defisit tersebut dengan mendorong sektor pariwisata, agar transaksi berjalan secara keseluruhan kembali mencatatkan surplus.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono memastikan bahwa kinerja NPI pada kuartal II/2023 tersebut tetap terjaga di tengah kondisi ketidakpastian global dan mampu menopang ketahanan eksternal Tanah Air.
Erwin menjelaskan, sejalan dengan itu, BI mencatat posisi cadangan devisa pada akhir Juni tetap tinggi sebesar US$137,5 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Posisi cadangan devisa ini pun masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Ke depan, BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat mempengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (22/8/2023).