Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan pada akhir 2023, outstanding utang pemerintah akan berada pada kisaran Rp8.000 triliun - Rp8.100 triliun.
Bhima menyampaikan bahwa perkiraan utang tersebut akan lebih besar pada 2024, mengingat pemerintah telah merencanakan penarikan utang baru tahun depan sebesar Rp648,1 triliun.
“Jadi tahun depan [2024] lebih besar dari 8.100 triliun,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/8/2023).
Per Juli 2023, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah senilai Rp7.855,53 triliun dengan rasio 37,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) RI.
Menurut Bhima, belanja pemerintah yang cenderung populis seperti kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen dan anggaran perlindungan sosial yang hampir menyentuh Rp500 triliun, serta subsidi energi didorong oleh besarnya kebutuhan pembayaran bunga utang menjadi pemicu naiknya penerbitan utang baru.
Di sisi lain, Bhima melihat adanya tantangan pada tahun depan, di mana likuiditas global masih dilanda ketidakpastian terutama sejak naiknya suku bunga The Fed secara agresif di 2022-2023 sehingga mempengaruhi penyerapan surat berharga negara (SBN) valas.
Baca Juga
Sejalan dengan hal itu, penerbitan SBN yang didorong dipasar domestik masih ada risiko menyedot likuiditas.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menekankan bahwa pembiayaan utang APBN sifatnya merupakan rencana, di mana realisasinya nanti akan sangat dipengaruhi oleh kinerja APBN.
Dalam hal kinerja APBN tahun berjalan sangat baik, khususnya pendapatan negara yang lebih tinggi dari target, maka defisit anggaran dapat turun dan kebutuhan pembiayaan utangpun lebih rendah.
Serupa pada 2023 ini, dengan kinerja APBN yang sangat baik, khususnya pendapatan negara yang tinggi, outlook realisasi defisit APBN 2023 akan turun menjadi 2,30 persen. Alhasil pembiayaan utang yang diperlukan juga menjadi lebih rendah, turun dari Rp696,3 triliun menjadi Rp406,4 triliun.
“Pemerintah mengelola utang dengan sangat hati-hati dan akuntabel. Sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara, utang Pemerintah dijaga maksimal 60 persen dari PDB dan defisit APBN maksimal 3 persen dari PDB,” jelasnya, Minggu (20/8/2023).