Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) merencakan penarikan utang baru sebesar Rp648,1 triliun pada 2024. Utang ini akan akan menjadi warisan presiden karena pada Oktober 2024 juga akan berakhir jabatanya. Ppembiayaan utang tersebut lebih besar dari outlook 2023 yang mencapai Rp406,4 triliun.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2024, rencana pembiayaan utang akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Instrumen pinjaman pemerintah, baik dari dalam maupun luar negeri, akan lebih banyak dimanfaatkan untuk mendorong kegiatan/ proyek prioritas Pemerintah.
“Sementara itu, utang yang berasal dari SBN akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/ Sukuk Negara,” dikutip dari Buku II Nota Keuangan, Minggu (20/8/2023).
Secara rinci, pembiayaan utang dalam RAPBN 2024 terdiri dari SBN sebesar Rp666,4 triliun. Lebih tinggi Rp303,5 triliun dari outlook 2023.
Pembiayaan utang yang naik hampir 100 persen tersebut dalam rangka konsolidasi fiskal dan menutup defisit anggaran sebesar 2,29 persen PDB atau sebesar Rp522,8 triliun.
Baca Juga
Selain untuk menutup defisit APBN, pembiayaan utang juga dipergunakan untuk membiayai pengeluaran pembiayaan, seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, serta kewajiban penjaminan.
Meski demikian, penarikan utang tersebut masih lebih rendah dari 2020 yang mencapai Rp1.229 triliun, disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Pada 2024, kondisi perekonomian diharapkan semakin pulih ditopang pemulihan ekonomi negara Asia termasuk China dan India. Hal ini diharapkan dapat mendorong ekonomi domestik tumbuh semakin solid dan mendorong peningkatan penerimaan negara sehingga defisit APBN dapat ditekan kembali dan pembiayaan utang semakin menurun.
Adapun, saat ini posisi utang pemerintah per Juli 2023 berada di angka Rp7.855,53 triliun dengan rasio mencapai 37,78 persen terhadap PDB. Jauh di bawah batas aman 60 persen dari PDB.
Capaian tersebut juga lebih rendah dari rasio utang Malaysia yang saat ini berada di tingkat 66,3 persen terhadap PDB. Sementara rasio utang China berada di posisi 77,1 persen dan India sebesar 83,1 persen.