Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah pada Juli 2023 sebesar Rp7.855,53 triliun, dengan rasio mencapai 37,78 persen terhadap PDB.
Posisi utang tersebut meningkat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai Rp7.805,19 triliun. Sementara itu, Kemenkeu menyatakan rasio utang pada Juli 2032 menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 37,93 persen dan dibandingkan dengan per akhir 2022, serta berada di jauh di bawah batas aman 60 persen dari PDB.
“Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkenal melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN Kita edisi Agustus 2023, dikutip Jumat (18/8/2023).
Kemenkeu menjelaskan, komposisi utang pemerintah didominasi oleh utang domestik, yaitu 72,42 persen. Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 88,92 persen.
Pemerintah pun mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Lebih lanjut, SBN disebutkan berperan penting bagi lembaga keuangan dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu upaya mitigasi risiko.
Tercatat, porsi kepemilikan perbankan di SBN domestik mencapai 31,45 persen per Juli 2023, diikuti oleh perusahaan asuransi dan dana pensiun sebesar 17,67 persen.
Selain itu, kepemilikan oleh Bank Indonesia juga tercatat sebesar 16,15 persen, antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Di sisi lain, porsi kepemilikan investor asing di SBN hanya sebesar 15,56 persen, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lebih lanjut, pemerintah menyatakan terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.
“Salah satu strateginya adalah melalui peeengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan,” sebut Kemenkeu.