Bisnis.com, JAKARTA - Pendanaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$20 miliar atau setara dengan sekitar Rp310,7 triliun dinilai tidak dapat mencukupi kebutuhan investasi transisi energi Indonesia.
Analis Kebijakan Energi International Institute of Sustainable Development (IISD) Anissa Suharsono menyebut bahwa nilai pinjaman tersebut tidak cukup untuk membantu Indonesia dalam mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 maupun target net zero emission (NZE).
"Bujet kita untuk membiayai transisi energi dana JETP Rp300 triliun belum apa-apa. Itu tidak akan cukup hanya sekadar katalis. Kenyataannya pembiayaan yang dibutuhkan untuk transisi energi sampai NZE jauh lebih besar lagi, [Bahkan bisa] berkali-kali lipat," kata Anissa dalam diskusi 'Mendorong RUPTL Hijau yang Ambisius Setelah Komitmen JETP', Senin (21/8/2023).
Dia pun meminta pemerintah tidak hanya mengandalkan dana JETP. Namun, juga perlu mengandalkan sumber pendanaan lainnya. Misalnya, pengalokasian dari dana publik hingga pinjaman dari bank BUMN.
"Public financial flow yang paling pertama bergerak karena kendali di bawah pemerintah dan memengaruhi, seperti public controlled money, subsidi, insentif, investasi dari lembaga keuangan publik," ujarnya.
Di sisi lain, Peneliti Energi Institute of Energy Economic anf Financial Analysis Putra Adhiguna melihat bahwa dana JETP tidak bisa memenuhi target transisi energi Indonesia. Dirinya bahkan mengatakan bahwa Indonesia harus memiliki dana hingga Rp500 triliun untuk mencapai bauran EBT 23 persen hingga 2025.
Baca Juga
"Tetapi ini bisa membantu menggulirkan infrastruktur awal. Jadi JETP ini sebenarnya adalah komitmen-komitmen di awal yang bisa menggulirkan bolanya," ucap Putra.
Seperti diketahui, pakta iklim yang tergabung ke dalam kemitraan JETP sempat berjanji untuk menyediakan dana himpunan US$20 miliar atau setara dengan Rp310,7 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$) dari publik dan swasta selama 3 hingga 5 tahun mendatang untuk membantu pendanaan transisi energi di Indonesia.
Skema pendanaan JETP itu terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin Amerika Serikat-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.