Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pendanaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dari kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) masih belum jelas hingga saat ini.
Padahal, kata Luhut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah PLTU yang siap dipensiunkan lebih cepat ke dalam program JETP.
“Ada satu PLTU yang sudah mau segera kita kerjakan, tapi kan kita menunggu uangnya dari konsorsium, sampai sekarang uangnya belum jelas,” kata Luhut saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Luhut membeberkan negosiasi dengan pakta iklim yang dipimpin Amerika Serikat dan Jepang bersama rekanan lainnya itu terus berlanjut hingga saat ini. Dia mengatakan, komitmen dana transisi yang dihimpun sebesar US$20 miliar setara dengan Rp310,7 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$) dari pakta iklim tersebut belum jelas.
“Justru itu kita malah diberitakan kita yang mundur, padahal dari mereka yang tidak jelas,” kata dia.
Adapun, peluncuran rencana investasi komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP), sebagai tindak lanjut JETP, baru akan diluncurkan jelang akhir tahun ini. Sekretariat JETP telah menyerahkan draf rencana investasi itu kepada pemerintah Indonesia dan International Partners Group pada Rabu (16/8/2023).
Baca Juga
Belum lama ini, Luhut juga sempat bertemu dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen membahas kelanjutan komitmen pendanaan transisi energi JETP hingga penerapan Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA).
Pembahasan dua topik itu dilakukan saat lawatan kerja Luhut ke Washington D.C, Jumat (4/8/2023) hingga Senin (7/8/2023).
Seperti diketahui, pakta iklim yang tergabung ke dalam kemitraan JETP itu sempat berjanji untuk menyediakan dana himpunan US$20 miliar dari publik dan swasta selama 3 hingga 5 tahun mendatang untuk pemerintah Indonesia.
Skema pendanaan JETP itu terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.
Rencananya, himpunan dana itu bakal dimanfaatkan untuk membiayai program pensiun dini PLTU dan pembangunan pembangkit baru berbasis energi terbarukan mendatang.
Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menetapkan syarat yang tegas untuk program pensiun dini PLTU batu bara dalam rencana investasi komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, perseroannya meminta JETP untuk menjamin adanya hibah atau grant untuk setiap PLTU yang dipensiunkan dini. Darmawan beralasan program pensiun dini itu tidak hanya bermanfaat bagi Indonesia, tetapi juga dunia.
Dengan demikian, kata Darmawan, keputusan untuk mempercepat penghentian operasi pembangkit fosil nasional itu mesti dinilai dengan sepadan lewat kompensasi JETP tersebut.
“Kami sampaikan apa adanya mangga saja kalau mau ada early retirement of coal, tapi aset ini tolong dihitung dan tolong diganti dengan cash di JETP,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) Panja Transisi Energi dengan Komisi VI, Rabu (12/7/2023).