Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio Pajak Indonesia Terus Turun, Ekonom Sarankan Ini

Ekonom Indef Nailul Huda menyarankan pemerintah menggali pajak di sektor pertambangan untuk meningkatkan raio pajak.
Ilustrasi pajak digital./ Freepik
Ilustrasi pajak digital./ Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengemukakan rasio pajak selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami penurunan yang signifikan.

Ekonom Indef Nailul Huda mengemukakan bahwa sejak sebelum pandemi Covid-19 atau tahun 2019, rasio pajak Indonesia berada di bawah angka 10 persen, kemudian pada tahun 2022 kembali ke angka 10 persen.

Dia mengatakan untuk tahun 2024, Presiden Jokowi menargetkan rasio pajak bisa mencapai angka 10,18 persen.

“Tetapi masalahnya adalah teks rasio ini apakah cukup dengan 10,18 persen, mungkin kita berkaca kepada satu benchmarking yang dilakukan oleh IMF, di mana ketika tax untuk negara ini bisa mengadakan pembangunan manusia dan mencitrakan masyarakatnya itu dibutuhkan ekstrasi itu minimal 15 persen,” tuturnya di Jakarta, Selasa (15/8).

Selain itu, menurut Huda, jika ditinjau dari Produk Domestik Bruto (PDB), sektor ekonomi juga masih tumpang tindih dengan peneriman pajak dari sektor pertambangan. Menurutnya, kontribusi sektor pertambangan ke PDB masih cukup besar.

“Nah ini menarik nih, karena kalau kita lihat untuk share PDB serta pertambangan ke PDB nasional itu cukup besar tapi untuk share pajak pertambangan terhadap total pajak nasional itu masih relatif kecil, sehingga koefisiennya Itu di bawah satu,” katanya.

Maka dari itu, Huda menyarankan agar sektor pertambangan lebih banyak digali lagi dari sektor perpajakan sehingga bisa membantu perekonomian Indonesia.

“Jadi masih banyak sekali sektor-sektor pertambangan yang perlu untuk dikolek pajaknya lagi, nah ini terkait dengan pajak tambah ilegal yang memang masih menjamur dan belum terkolek pajaknya dengan baik, kedua itu juga terkait dengan tax holiday di mana itu diberikan kepada beberapa untuk industri yang bergerak di sektor pertambangan ini yang memang masih belum cukup optimal,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper