Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan belum ada pembahasan khusus soal rencana moratorium ekspor pasir kuarsa saat ini.
“Kalau di Kementerian ESDM belum ada [rencana moratorium], kita belum bahas sejauh itu,” kata Plt. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Wafid di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Sikap itu disampaikan Wafid di tengah investasi masif perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited untuk pengembangan industri terintegrasi kaca dan panel surya di Rembang, Batam, Kepulauan Riau.
Seperti diketahui, Xinyi berkomitmen untuk menanamkan investasi mencapai US$11,5 miliar atau setara dengan Rp173,51 triliun (asumsi kurs Rp15.088 per dolar US$) untuk hilirisasi pasir kuarsa menjadi kaca hingga panel surya.
Sementara itu, Wafid mengatakan, kementeriannya masih mengizinkan ekspor pasir kuarsa dilakukan hingga saat ini. Alasannya, belum ada aturan spesifik untuk penghentian ekspor pada produk galian pasir tersebut.
“Ekspor masih jalan,” kata dia.
Baca Juga
Investasi Xinyi di Rembang nantinya bakal menyerap tenaga kerja mencapai 35.000 orang. Harapannya investasi hilirisasi pasir kuarsa itu dapat meningkatkan nilai tambah berlipat untuk perekonomian nasional dan daerah.
“Kita mulai dorong hilirisasi pasir kuarsa, output produknya hampir 95 persen untuk ekspor karena pasarnya luar negeri, pabrik kaca ini juga langsung membangun solar panel untuk kapasitas ekspor,” kata Menteri Investasi Bahlil Lahadalia melalui keterangan pers secara daring, Jumat (28/7/2023)
Bahlil menyampaikan, cadangan pasir kuarsa di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Guna meningkatkan nilai tambahnya, pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan pelarangan ekspor.
“Tidak hanya di sektor nikel, kita ingin pasir kuarsa juga dikelola, tidak menutup kemungkinan kita juga mempertimbangkan akan melarang ekspor juga. Terserah orang mau protes, masa negara kita tidak boleh maju,” kata Bahlil.