Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi BRICS akhir-akhir menjadi sorotan global seiring dengan akan digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS pada 22-24 Agustus 2023. Lantas, apa untung-rugi Indonesia masuk BRICS?
BRICS, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa) kini ramai dengan isu perluasan anggota. Dari mulanya 4 negara, kini 40 negara berbondong-bondong mendaftar untuk bergabung dengan BRICS. Berdasarkan catatan Bisnis pada Jumat (28/7/2023), Indonesia merupakah salah satu negara yang menjadi kandidat kuat untuk masuk dalam organisasi tersebut.
Pencalonan Indonesia sendiri masuk dalam BRICS semakin menguat setelah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang hadir dalam pertemuan secara virtual negara-negara BRICS yang dihelat pada 2 Juni 2023.
Lantas, apa dampaknya jika Indonesia bergabung dengan BRICS?
Analis dari Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan masyarakat perlu memahami terkait konteks dibangunnya BRICS.
Dikutip dari pemberitaan Bisnis, BRIC dicetuskan oleh ekonom Jim O'Neill, yang saat itu bekerja di Goldman Sachs Group Inc pada 2001, untuk menarik perhatian terhadap tingkat pertumbuhan yang kuat di Brasil, Rusia, India, dan China.
Baca Juga
Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pandangan optimis kepada para investor di tengah keraguan pasar setelah serangan teroris di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Empat negara terkait akhirnya merealisasikan ide tersebut atas dasar kepentingan bersama.
Sementara itu, Afrika Selatan diundang untuk bergabung pada tahun 2010. Afsel menjadi satu-satunya anggota tambahan yang diterima sejauh ini.
“Konteks berdirinya BRICS adalah untuk mengimbangi negara barat. Seandainya Indonesia bergabung ke BRICS, itu bisa menjadi pertanyaan terkait politik luar negeri kita, yang katanya bebas aktif,” ujarnya saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro di redaksi Bisnis Indonesia pekan lalu.
Zulfikar kemudian juga mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) juga sudah memiliki sentimen sendiri terhadap BRICS. Menanggapi hal tersebut, dia menilai pemerintah Indonesia perlu berhati-hati jika seandainya ingin bergabung dalam BRICS dalam waktu dekat.
Kemudian, dia memaparkan banyak analis yang berpendapat bahwa nanti BRICS juga akan ada dominasi dari negara-negara tertentu. Walaupun, katanya, aliansi tersebut mengatakan bahwa adanya kerja sama negara selatan-selatan atau South-South Cooperation.
“Ujung-ujungnya kemungkinan ada dominasi dari China atau dari Rusia. Indonesia juga perlu hati-hati,” jelasnya.
Menurutnya, BRICS juga sulit akan stabil karena didalamnya terdapat konflik tersendiri. Dia memberi contoh konflik antara China dengan India, serta China dengan Rusia.
Mengenai hal itu, dia mengungkapkan adanya pendapat bahwa keberlanjutan BRICS tergantung kepada hubungan bilateral masing-masing negara.
"Jadi menurut saya, tidak begitu perlu Indonesia bergabung ke BRICS. Itu dari kacamata saya," ungkapnya.