Bisnis.com, TANGERANG — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan skema bagi hasil pengusahaan hulu migas bakal lebih menarik untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ke depannya.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas Benny Lubiantara mengatakan, pemerintah tengah berupaya untuk memberikan fleksibilitas dan porsi bagi hasil yang lebih besar untuk KKKS di tengah upaya menarik investasi yang masif untuk eksplorasi lapangan yang masih belum terpetakan di beberapa cekungan.
“Belakangan bagi hasil untuk KKKS sudah naik signifikan, lebih dari 50 persen yang belum pernah ada pada penawaran lapangan sebelumnya,” kata Benny saat agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Kamis (27/7/2023).
Benny menuturkan, pemerintah saat ini masih mendorong agresivitas kebijakan bagi hasil, skema gross split dan cost recovery, untuk KKKS kendati beberapa perubahan belakangan sudah terlihat signifikan.
Misalkan, akhir Mei 2023 lalu, Kementerian ESDM memperkenalkan konsep new simplified gross split yang menyederhanakan sejumlah poin pada aturan bagi hasil hulu migas.
Konsep penyederhanaan gross split itu diharapkan dapat membuat bagi hasil sebelum pajak KKKS berada di level rentang 80 persen sampai 90 persen yang ditentukan berdasarkan profil risiko lapangan.
Baca Juga
Lewat perubahan itu, base split minyak bumi diubah menjadi 53 persen pemerintah dan 47 persen KKKS. Sementara itu, untuk gas bumi, base split-nya 51 persen pemerintah dan 49 persen KKKS.
Pada aturan yang lama, base split minyak bumi adalah 57 persen pemerintah dan 43 persen KKKS, sedangkan gas bumi 52 persen pemerintah dan 48 persen KKKS.
Terkait term and conditions (T&C) dibagi dua, yaitu migas nonkonvensional dan migas konvensional, jumlah komponen variabel disederhanakan dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen, yakni jumlah cadangan, lokasi cadangan, ketersediaan infrastruktur.
Sementara itu, jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen, yaitu harga minyak bumi dan harga gas bumi.
“Kita tengah menyiapkan dengan Ditjen Migas untuk menyederhanakan gross split karena berdasarkan pengalaman 5 tahun belakangan, kami sadar T&C dan gross split tidak cukup membuat proyek menjadi ekonomis,” kata dia.
Sebelumnya, Indonesian Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah untuk meningkatkan daya saing investasi di sisi hulu migas melalui perbaikan sejumlah kebijakan fiskal dan non-fiskal.
Wakil Presiden IPA Greg Holman mengatakan, permintaan itu beralasan di tengah kompetisi investasi hulu migas yang makin ketat dengan sejumlah negara. Apalagi, kata Greg, realisasi pengerjaan eksplorasi lapangan baru di Indonesia belakangan terlihat stagnan.
“Jadi level kompetisinya harus ditingkatkan untuk ini dan bukan hanya [bagi hasil] 50 persen saja tapi harus lebih tinggi lagi untuk menarik investor,” kata Greg saat agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Rabu (26/7/2023).
Greg berpendapat perbaikan kualitas fiskal dan non-fiskal mesti dilakukan untuk menjaga tren penurunan produksi migas Indonesia yang diproyeksikan defisit makin lebar pada 2040 mendatang.
Seperti diketahui, IPA bersama dengan lembaga riset energi Wood Mackenzie memproyeksikan Indonesia dapat bergeser menjadi net importir gas bumi pada 2040 di tengah tren permintaan gas domestik yang tinggi tanpa diimbangi pertumbuhan produksi.
Proyeksi itu tertuang dalam paket kebijakan atau white paper yang disusun dengan tajuk 'Achieving Resilience in the Energy Transition to Safeguard Indonesia’s Economic Growth & Sustainable Development' yang resmi disampaikan saat agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Selasa (25/7/2023).
“Karena kita sudah banyak waktu untuk procurement, cost reocovery, kita melaporkan banyak bagian kita yang hilang untuk melakukan prosesnya,” kata dia.