Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah untuk meningkatkan daya saing investasi di sisi hulu migas melalui perbaikan sejumlah kebijakan fiskal dan non-fiskal.
Wakil Presiden IPA, Greg Holman mengatakan permintaan itu beralasan di tengah kompetisi investasi hulu migas yang makin ketat dengan sejumlah negara. Apalagi, kata Greg, realisasi pengerjaan eksplorasi lapangan baru di Indonesia belakangan terlihat stagnan.
“Jadi level kompetisinya harus ditingkatkan untuk ini, dan bukan hanya [bagi hasil] 50 persen saja tapi harus lebih tinggi lagi untuk menarik investor,” kata Greg saat agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Rabu (26/7/2023).
Greg berpendapat perbaikan kualitas fiskal dan non-fiskal mesti dilakukan untuk menjaga tren penurunan produksi migas Indonesia yang diproyeksikan defisit makin lebar pada 2040 mendatang.
Seperti diketahui, IPA bersama dengan lembaga riset energi Wood Mackenzie memproyeksikan Indonesia dapat bergeser menjadi net importir gas bumi pada 2040 di tengah tren permintaan gas domestik yang tinggi tanpa diimbangi pertumbuhan produksi.
Proyeksi itu tertuang dalam paket kebijakan atau white paper yang disusun dengan tajuk "Achieving Resilience in the Energy Transition to Safeguard Indonesia’s Economic Growth & Sustainable Development" yang resmi disampaikan saat agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Selasa (25/7/2023).
Baca Juga
“Karena kita sudah banyak waktu untuk prorucerement, cost reocovery, kita melaporkan banyak bagian kita yang hilang untuk melakukan prosesnya,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi serius proyeksi defisit neraca gas nasional pada 2040 yang disampaikan IPA & lembaga riset energi Wood Mackenzie.
“Kalau kami, kalau berhasil dengan eksplorasi di blok Andaman, Agung, terus juga kembangkan di Warim, saya sih optimistis kalau di 2040 masih oke,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji saat ditemui selepas panel IPA Convex hari ke-2, BSD Tangerang, Rabu ( 26/7/2023).
Di sisi lain, Tutuka mengatakan, tantangan utama saat ini justru terletak pada upaya penciptaan pasar untuk menyerap gas di industri hilir dalam negeri. Dia berharap peningkatan kapasitas produksi secara bertahap dapat dimbangi dengan serapan pada pasar domestik.
Dia memastikan, Indonesia sudah relatif berbenah dari segi daya saing pada sisi fiskal dan non-fiskal. Kendati demikian, dia mengatakan, pemerintah masih mendorong untuk percepatan revisi Undang-Undang Nomor 22/2001 tentang Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) untuk menarik lebih banyak investasi masif mendatang.
“Kita mau masuk lagi ke yang lebih dalam, kalau kita berhasil dengan RUU Migas ini, kita terus dorong supaya bisa berhasil, itu akan lebih fundamental lagi untuk perubahan iklim investasi,” kata dia.