Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rosneft Ditekan Sanksi Barat, Pertamina Minta Mitra Tambahan di Kilang Tuban

Megaproyek kilang Pertamina-Rusia, Grass Root Refinery (GRR) Tuban, terimbas sanksi Barat atas krisis Ukraina. Pertamina meminta penambahan mitra baru
Ilustrasi Kilang Pertamina/Bloomberg - Dimas Ardian
Ilustrasi Kilang Pertamina/Bloomberg - Dimas Ardian

Bisnis.com, TANGERANG — PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) mengajukan opsi penambahan mitra kerja strategis baru untuk percepatan proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban kepada rekanan bisnis mereka, Rosneft Singapore Pte Ltd.

Direktur Utama PT KPI Taufik Aditiyawarman mengatakan, pengajuan mitra baru itu dilakukan seiring dengan dampak sanksi dunia barat yang mulai terasa untuk penyelesaian keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID) salah satu proyek strategis nasional (PSN) tersebut. 

Rosneft Singapore Pte Ltd merupakan perusahaan Rusia yang menjadi rekanan Pertamina untuk pengerjaan infrastruktur pengilangan Tuban telah lama mendapat sanksi akibat perang di Ukraina. Sanksi itu belakangan membuat keputusan FID untuk esekusi proyek beberapa kali mesti diundur.

“Kami sudah sampaikan ke pihak mereka, apakah kami harus ambil partner lain untuk balance, sudah kami komunikasikan. Kami kan mesti kasih tahu juga ke pihak Rosfneft bahwa karena konflik Ukraina ada implikasi itu,” kata Taufik saat ditemui di sela-sela agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Kamis (27/7/2023). 

Dia menuturkan, pengajuan itu sudah disampaikan direksi KPI kepada Rosneft 3 bulan lalu lewat video conference. Taufik berpendapat penambahan mitra baru mesti dilakukan untuk mengimbangi sanksi yang saat ini diterima Rosneft.

Hingga saat ini, Rosneft Singapore Pte Ltd belum kunjung menyetujui penyertaan modal untuk pengembangan proyek atau site development lantaran belum diperolehnya keputusan akhir investasi dari GRR Tuban.  

Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belakangan menagih kepastian investasi itu dapat dibuat pada Juni tahun ini setelah beberapa kali pengunduran. 

Hanya saja, Taufik mengatakan, FID GRR Tuban ditarget rampung pada triwulan pertama 2024. Dia menegaskan diskusi lebih lanjut soal FID untuk rencana esekusi proyek masih tetap berlanjut bersama dengan Rosneft di tengah risiko sanksi saat ini. 

“Kami sekarang masih tahap prakualifikasi lelang untuk mendapatkan harga dari pasar seperti apa untuk engineering, procurement and construction (EPC)-nya ya, kan itu ada delapan paket,” kata dia. 

Nantinya, hasil FID itu bakal menjadi penentuan dari nasib salah satu proyek strategis senilai US$13,5 miliar atausetara dengan Rp205,05 triliun tersebut. Adapun, kilang ini bakal memproduksi 300.000 barel minyak per hari (bph) dengan kualitas produk EURO 5. 

“Belum ada keputusan hitam putih, mereka [Rosfneft] masih punya waktu sampai joint venture, targetnya di FID,” kata dia. 

Sementara itu, proyek pengembangan kilang dipastikan tertunda dari rencana operasi yang awalnya dipatok pada 2027. Selain dampak geopolitik global, tertundanya pengerjaan kilang itu juga disebabkan karena minimnya fasilitas penunjang sekitar proyek yang membuat investasi cenderung tidak menarik untuk dikembangkan.  

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan proyek GRR Tuban yang dikerjakan PT Pertamina (Persero) bersama dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft, belakangan mulai terdampak sanksi Uni Eropa dan Pemerintah Inggris. 

Seperti diketahui, Uni Eropa dan pemerintah Inggris makin agresif memberikan sanksi pada sisi hulu hingga hilir portofolio pengembangan bisnis migas yang berafiliasi dengan perusahaan asal Rusia.   

Arifin menuturkan, dampak sanksi terhadap Rusia itu membuat akses pada pendanaan, teknologi hingga jasa konstruksi kilang terkendala serius. Konsekuensinya, pengerjaan kilang yang masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN) itu masih relatif lamban hingga saat ini.   

“Kalau ini kan sanksi pendanaan, kemudian sanksi dari penyedia jasa seperti asuransi, peralatan, jadi memang terdampak,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/3/2023). 

Arifin mengatakan, kementeriannya telah berkoordinasi dengan Pertamina dan Rosneft untuk mencari jalan keluar atas kebuntuan akses pendanaan serta jasa konstruksi lainnya terkait dengan upaya percepatan pengerjaan kilang mendatang.  

Kendati demikian, dia masih enggan menerangkan potensi untuk mencari mitra baru pengganti Rosneft dalam proyek kilang baru tersebut.   

“Ya [dicarikan mitra lain], kita tunggu saja,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper