Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumbangan Pajak Manufaktur Terus Menurun, Mengapa?

Sepanjang semester I/2023, sektor manufaktur berkontribusi sebesar 27,4 persen terhadap total penerimaan pajak yang mencapai Rp970,20 Triliun. 
Dalam upaya menjaga aktivitas sektor manufaktur makanan dan minuman, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang melakukan kunjungan kerja ke pabrik PT Mayora Indah Tbk di Jl Jayanti 1 di Balaraja, Tangerang, Banten (18/9/2020). /Kemenperin
Dalam upaya menjaga aktivitas sektor manufaktur makanan dan minuman, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang melakukan kunjungan kerja ke pabrik PT Mayora Indah Tbk di Jl Jayanti 1 di Balaraja, Tangerang, Banten (18/9/2020). /Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA – Kontribusi sumbangan pajak industri pengolahan tercatat menurun pada tahun ini. Sepanjang Januari hingga Juni 2023, industri pengolahan berkontribusi sebesar 27,4 persen terhadap total penerimaan pajak pada periode tersebut yang mencapai Rp970,20 Triliun. 

Sementara, pada 2021 lalu Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang menyebutkan bahwa rata-rata sumbangsih industri pengolahan terhadap pajak setiap tahunnya berkisar pada angka 29 persen.

“Untuk pajak sektor industri pengolahan sepanjang tahun secara rerata berkontribusi sebesar 29 persen,” tutur Agus dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (26/7/2023). 

Kabar ini juga sempat diutarakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang menyebut penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan sedang mengalami tren menurun. 

Kendati demikian, Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif menyebutkan industri pengolahan masih menjadi penyumbang terbesar penerimaan pajak di antara sektor-sektor lainnya.

“Namun demikian, indikator-indikator masih menunjukkan bahwa kinerja sektor industri tetap produktif. Inilah yang terus kita jaga,” kata Febri, dalam keterangannya Rabu (26/7/2023).

Menurutnya, dilihat dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI), sektor manufaktur Indonesia dalam keadaan yang baik. 

Terlebih menurut Febri, di antara lebih dari 40 negara di dunia yang disurvei oleh S&P Global, sekitar 61,9 persen di antaranya mengalami kontraksi yang ditunjukkan oleh PMI di bawah 50. 

Sebagai gambaran, PMI menggunakan angka 50 untuk netral. Nilai di atas garis tengah ini menunjukkan ekspansi. Sedangkan sebaliknya, saat indeks di bawah nilai 50 terjadi perlambatan atau kontraksi.

“Sedangkan Indonesia selama 22 bulan berturut-turut atau hampir dua tahun terus berada di fase ekspansif dengan nilai PMI manufaktur di atas 50,” tambah Febri.

Lebih lanjut Febri menjelaskan, kondisi PMI manufaktur dunia pada Januari-Agustus 2022 berada pada posisi ekspansi, tetapi kontraktif dengan rata-rata di angka 49 pada September 2022 – Juni 2023.

Berdasarkan laporan S&P Global, ekspansi sektor industri manufaktur Indonesia yang cukup tinggi, dari 50,3 pada Mei 2023 menjadi 52,5 di bulan Juni, didorong oleh peningkatan pada permintaan baru. Ini mengakibatkan kenaikan produksi, yang juga turut berdampak pada bertambahnya jumlah tenaga kerja.

Indikator PMI juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dirilis oleh Kemenperin. Pada Juni 2023, IKI mencapai 53,93 atau meningkat 3,03 poin dibandingkan Mei 2023. Nilai tersebut didorong oleh meningkatnya IKI di 21 subsektor industri. 

“Mayoritas pelaku industri menyatakan bahwa kondisi usaha secara umum mengalami peningkatan dan memiliki pandangan positif terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan,” pungkas Febri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Widya Islamiati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper