Bisnis.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengusulkan kepada pemerintah untuk memperketat pengendalian dari produk hasil tembakau dari sisi iklan.
Ketua Umum YLKI Tulus Abadi menyebutkan YLKI menyayangkan langkah DPR yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU) Kesehatan menjadi UU tanpa adanya penguatan aspek pengendalian tembakau, khususnya dari sisi iklan, promosi dan marketing produk tembakau/rokok.
Menurutnya, banyak pihak yang sangat kecewa terhadap pengesahan UU Kesehatan oleh DPR tersebut, yang dipenuhi oleh dugaan patgulipat atau tidak transparan, terutama dari sisi proses dan juga bermasalah dari sisi substansi.
“Nihilnya penguatan terhadap aspek iklan produk tembakau, akan berdampak signifikan terhadap berbagai aspek, salah satunya menjadikan anak dan remaja sebagai objek iklan industri rokok,” tutur Tulus dalam keterangannya pada Minggu (23/7/2023).
Menurut Tulus fenomena seperti ini sudah berlangsung lama, seperti iklan rokok di pasang di area sekitar sekolah yang berjarak kurang dari 100 meter. Selain itu, maraknya warung-warung yang menjual rokok di sekitar sekolah.
Tulus mengaku sebelumnya telah mengusulkan pengendalian produk tembakau dari aspek promosi ini kepada Panja DPR untuk RUU Kesehatan.
Baca Juga
“Namun, usulan usulan tersebut tak digubris sama sekali oleh DPR, dan justru mengesahkan RUU Kesehatan tersebut tanpa melakukan perubahan dan penguatan apapun untuk aspek pengendalian tembakau yang berdimensi untuk melindungi anak, dan remaja,” tambah Tulus.
Tulus juga menyebutkan, lengahnya pemerintah dalam mengawasi iklan produk tembakau tersebut akan meningkatkan prevalensi merokok pada anak dan remaja yang saat ini sudah mencapai 9,1 persen.
“Dalam lima tahun ke depan, karena regulasi pengendalian tembakau terus melemah, maka prevalensi merokok pada anak bisa melambung menjadi 15 persen,” jelas Tulus.
Bahkan menurut Yusuf, dari segi dampak yang lebih masif, melambungnya prevalensi merokok pada anak akan mereduksi kualitas bonus demografi pada 2045.
Menurutnya, dalam hal ini pemerintah lebih mendengar intervensi dari industri hasil tembakau (IHT). “Ini hal yang lazim, industri rokok akan memandulkan substansi sebuah regulasi yang bertujuan pengendalian konsumsi. Sungguh tragis jika proses pembahasan dan substansi UU Kesehatan tidak steril dari campur tangan oleh industri adiksi ini, yakni industri rokok,” tutup Tulus.
Sebelumnya, dalam catatan Bisnis pada Senin (10/7/2023), Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) angkat bicara mengenai wacana pelarangan iklan rokok secara total oleh pemerintah dan menyebutkan hal tersebut menjadi upaya untuk melemahkan industri hasil tembakau (IHT).
Ketua Gaprindo Benny Wachjudi memandang hal tersebut sebagai hal yang tidak adil, dikarenakan menurutnya saat ini, pelaku industri tembakau merasa telah menjalankan usaha di bawah regulasi yang ketat. T
erlebih menurutnya, regulasi yang dibuat pemerintah untuk mengatur industri ini jauh lebih ketat dibandingkan regulasi-regulasi untuk industri legal lainnya, yang juga berkontribusi bagi perekonomian negara.
“Tidak ada alasan untuk melarang total iklan produk IHT karena produk dan konsumen IHT adalah legal,” tutur Benny, Senin (10/7/2023).