Bisnis.com, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa salah satu negara yang terancaman pembangunannya dan gagal secara sistemik akibat krisis utang.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyampaikan bahwa sekitar 3,3 miliar orang atau separuh penduduk dunia berada di negara yang gagal secara sistemik. Salah satu negara gagal sistemik terletak di Afrika.
Menurutnya, negara dicap gagal ketika membelanjakan lebih banyak uangnya untuk pembayaran bunga utang daripada untuk pendidikan atau kesehatan.
“Ini adalah fatamorgana. Sebanyak 3,3 miliar orang lebih dari sekadar risiko sistemik. Ini adalah kegagalan sistemik,” ujarnya dalam Press briefing World of Debt Report dikutip dari Youtube United Nations, Kamis (20/7/2023).
Antonio mengatakan bahwa beberapa negara termiskin di dunia saat ini dipaksa untuk memilih antara membayar utang mereka, atau melayani rakyatnya.
Menurutnya, negara-negara di Afrika hampir tidak memiliki ruang fiskal untuk investasi penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau bahkan untuk transisi ke energi terbarukan.
Baca Juga
Dirinya mencatat bahwa tingkat utang publik sangat terus meningkat. Pada 2022, utang publik global mencapai rekor US$92 triliun. Negara-negara berkembang menanggung jumlah yang tidak proporsional.
Sebagian besar utang tersebut dipegang oleh kreditor swasta yang mengenakan suku bunga tinggi kepada banyak negara berkembang.
“Rata-rata, negara-negara Afrika membayar empat kali lebih banyak untuk meminjam daripada Amerika Serikat dan delapan kali lebih banyak daripada negara-negara Eropa terkaya,” katanya.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa 36 negara berada dalam status berisiko tinggi mengalami kesulitan utang atau debt row.
Sementara itu, sebanyak 40 persen dari negara-negara berkembang atau 52 negara berada dalam masalah utang yang serius.
Di dalam negeri, kondisi ekonomi terus menunjukkan perbaikan. Tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2023 masih di atas 5 persen. Inflasi pada Juni 2023 bahkan telah mencapai 3,52 persen (year-on-year/yoy) atau dalam rentang target pemerintah.
Dari sisi bunga utang, Indonesia pada 2022 merealisasikan pembayaran tersebut sebesar Rp386,34 triliun.
Sementara belanja untuk pendidikan mencapai Rp472,6 triliun dan pengeluaran untuk kesehatan sebesar Rp176,7 triliun. Dengan demikian, belanja untuk kesehatan dan pendidikan masih lebih besar dari pembayaran bunga utang.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengungkapkan Indonesia termasuk ke dalam negara gagal sistemik karena anggaran kesehatan lebih kecil dari besaran pembayaran bunga utang.
“Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022: Biaya Kesehatan Rp176,7 triliun; Bunga pinjaman: Rp386,3 triliun,” cuitnya.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menekankan bahwa anggaran kesehatan dalam APBN tersebut jika ditambah dengan anggaran kesehatan dalam APBD, jumlahnya lebih besar dari Rp386,3 triliun.
“Anggaran kesehatan kemarin belum saya tambahkan yang dialokasikan via APBD, sebesar Rp249 triliun sehingga total anggaran kesehatan RI Rp426 Triliun. Masih di atas biaya bunga Rp386 triliun,” cuitnya dalam akun Twitter @prastow, Kamis (20/7/2023).