Bisnis.com, PURWAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penyesuaian terhadap jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Adapun, penyesuaian tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 21/2023 yang bertujuan untuk mengoptimalisasi dan meningkatkan kualitas layanan PNBP pada Kementerian PUPR.
Direktur PNBP Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu Wawan Sunarjo mengatakan regulasi baru yang menggantikan PP 38/2012 itu bukan untuk meningkatkan setoran PNBP melainkan membenahi tata kelola dan layanan masyarakat.
"Bicara optimalisasi itu bukan hanya peningkatan pendapatan [penerimaan PNBP], tapi bagaimana caranya pemenuhan peraturan perundang-undangan, kemudian bagaimana layanannya jauh lebih baik," kata Wawan dalam Media Briefing di Purwakarta, Rabu (12/7/2023).
Adapun, jenis PNBP pada regulasi terdahulu mengatur sebanyak 2.034 jenis PNBP. Lewat regulasi terbaru nya ini, jenis PNBP Kementerian PUPR disederhanakan menjadi 265 jenis.
Penyederhanaan tersebut dilakukan dengan beberapa metode yaitu penggunaan tambahan tarif PNBP pada setiap tambahan volume layanan, penggabungan jenis-jenis PNBP yang sama, penghapusan jenis PNBP yang tidak dapat direalisasikan/tidak efektif pemungutannya, dan pengelompokkan jenis PNBP dengan besaran tarif PNBP sama.
Baca Juga
Menurut Wawan, hal menarik dalam PP No 21/2023, yaitu adanya pengaturan pemberian keringanan dan insentif kepada UMKM, mahasiswa, serta pengguna layanan yang mengalami keadaan di luar kemampuan dan/atau kondisi kahar.
Bahkan, tarif yang dikenakan bisa sampai dengan Rp0 (nol rupiah) atau nol persen dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan pertimbangan bahwa yang diutamakan oleh Pemerintah adalah penyediaan layanan yang optimal ke masyarakat.
"Penetapan PP 21/2023 ini bertujuan untuk mewujudkan pelayanan pemerintah yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel, untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat," terangnya.
Di sisi lain, Kepala Biro Keuangan Setjen Kemenenterian PUPR Budhi Setyawan menerangkan regulasi baru ini juga mengatur usulan jenis PNBP baru atas pelayanan, penggunaan BMN, dan Hak Negara Lainnya.
Dalam hal ini, PNBP Kementerian PUPR berasal dari penerimaan atas akses layanan di sektor pendidikan bidang pekerjaan umum, pengelolaan sumber daya air, rumah negara tapak, rumah susun dan pengenaan denda administratif di bidang jasa konstruksi.
"Penambahan layanan yang bersifat diinamis, disebabkan oleh perkembangan peraturan perundang-undangan, kebutuhan masyarakat luas, serta memberikan pilihan bagi masyarakat," ujar Budhi, dalam kesempatan yang sama.
Dalam catatannya, pada 2022 lalu, realisasi PNBP Kementerian PUPR mencapai Rp1,32 triliun. Adapun, pendapatan dari sewa tanah, gedung dan bangunan menyumbang Rp469 miliar.
"Sewa tanah tertinggi itu berasal dari sewa tanah pembangunan jalur Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) dengan jangka waktu kontrak selama 50 tahun," ujarnya.
Dia menilai, penyesuaian tarif ini tidak berdampak signifikan pada peningkatan setoran PNBP, melainkan tata kelola dalam layanan. Justru, dia memproyeksi akan ada penurunan setoran PNBP Kementerian PUPR tahun ini.
"Kalau tahun kemarin karena kebetulan ada sewa tanah KCIC memang agak besar. Kalau rata-rata per tahun hanya Rp400-500 miliar, yang besar hanya dari sewa, bukan layanan," pungkasnya.