Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada akhir 2023 akan sesuai denga target, namun tidak akan setinggi tahun lalu atau pada 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan PNBP akan melebihi target di level Rp515,8 triliun. Adapun target PNBP pada APBN 2023 sebesar Rp441,4 triliun.
Sedangkan pada 2022, realisasi PNBP Rp595,6 triliun. Dengan kata lain, proyeksi PNBP 2023 lebih rendah Rp40,2 triliun dari realisasi tahun lalu.
“Level PNBP mengalami kontraksi 13,4 persen dibandingkan tahun lalu yang PNBP cukup tinggi yaitu Rp595 triliun. Kita pada level optimis, trennya waspada,” ungkapnya dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, dikutip, Rabu (12/7/2023).
Utamanya, Sri Mulyani mengatakan bahwa PNBP akan ditopang oleh SDA nonmigas dan dan kekayaan negara dipisahkan (KND) alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
PNBP SDA nonmigas masih membukukan pertumbuhan yang cukup tinggi pada semester I/2023, namun Bendahara Negara memproyeksikan tren ini tidak akan bertahan di semester II/2023. Hal tersebut sebagai imbas dari tren penurunan harga mineral dan batu bara (minerba).
Baca Juga
Utamanya harga nikel dan tembaga yang masing-masing terkontraksi 5,9 persen dan 11,8 persen (year-to-date/ytd).
Sementara itu, PNBP SDA migas diperkirakan di bawah target, sejalan dengan moderasi harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia pada Juni 2023 mengalami penurunan sebesar US$0.76 per barel dari US$70,12 per barel (bulan sebelumnya) menjadi US69,36 per barel.
Penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional, antara lain dipengaruhi oleh kekhawatiran pasar atas ekonomi global khususnya di Kawasan Eropa dan AS.
Rata-rata ICP Januari-Juni 2023 berada di posisi US$75,2 barel atau telah terkontraksi hingga 27,8 persen (ytd).
Realisasi Semester I/2023
Sri Mulyani lebih lanjut memaparkan bahwa pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan dari PNBP migas sebesar Rp60,1 triliun. PNBP nonmigas sebesar Rp78,3 triliun atau tumbuh 94,7 persen (year-on-year/yoy).
Untuk PNBP yang positif lainnya berasal dari KND atau dividen BUMN yang tahun ini meningkat lagi menjadi Rp42,4 t, tumbuh mencapai 19,4 persen (yoy).
Sementara itu, KND dari Bank Indonesia (BI) tidak memberikan surplus selama 3,5 tahun semenjak 2020, karena BI menanggung sebagian burden sharing.
“Kami berharap BI bisa pulih dan memberikan surplus lagi,” tutur Sri Mulyani.
Pada sektor PNBP lainnya, penerimaan sebesar Rp83 triliun dann tercatat menurun 5,5 persen dibandingkan tahun lalu karena adanya transaksi yang tidak berulang dan penerimaan domestic market obligation (DMO) sawit yang lebih rendah.
Terakhir, Badan Layanan Umum mengalami penurunan terutama didominasi oleh BLU kelapa sawit karena harga produk unggulan Indonesia itu turun tajam.
BLU nonsawit justru mengalami kenaikan yaitu dari Rp22,7 triliun pada capaian tahun lalu (semester I/2022) menjadi Rp23,9 triliun.
“Ini gambaran semester satu masih sangat baik dan dilihat dan dibandingkan ekonomi dunia namun harus diwaspadai karena tren yang mengalami koreksi yang signifikan,” katanya.