Bisnis.com, JAKARTA - China sebelumnya diperkirakan bangkit kembali setelah pembatasan Covid-19 dan membantu memperkuat pertumbuhan global. Namun, China kini menghadapi berbagai masalah.
Mengutip Bloomberg, Rabu (12/7/2023) China kini menghadapi belanja konsumen yang lamban, pasar properti yang goyah, ekspor yang lesu, menghadapi pengangguran anak muda dan utang pemerintah daerah yang tinggi.
Dampak dari ketegangan ini kemudian dirasakan di seluruh dunia. Contohnya, mulai dari harga komoditas hingga pasar ekuitas.
Lantas, seberapa besar dampak perekonomian China?
Banyak pekerjaan dan produksi dunia bergantung pada China. IMF sendiri memproyeksikan bahwa China akan menjadi kontributor utama pertumbuhan global selama lima tahun kedepan. Menurut IMF, China diharapkan mewakili 22,6 persen dari total pertumbuhan dunia. Kemudian, diikuti oleh India yang sebesar 12,9 persen, Amerika Serikat (AS) sebesar 11,3 persen dan Indonesia yang sebesar 3,6 persen.
Cara utama ekspansi China, yakni melalui perdagangan, berdampak pada bisnis di seluruh dunia. Negara-negara pengekspor mineral seperti Brasil dan Australia sangat rentan terhadap siklus infrastruktur dan properti China.
Baca Juga
Harga komoditas utama, termasuk rebar baja dan bijih besi berjangka juga diketahui turun tahun ini. Hal ini dikarenakan negara dengan permintaan konsumen logam terbesar di dunia tersebut tidak meningkat sesuai dengan harapan para pedagang.
Selanjutnya, kemerosotan tersebut memukul eksportir barang-barang teknologi tinggi. Contohnya pengiriman dari Korea Selatan dan Taiwan turun dua digit setiap bulan, pada paruh pertama 2023.
Beralih ke sektor pariwisata, setelah pembatasan Covid-19 bertahun-tahun, para pelancong China belum melanjutkan bepergian ke luar negeri secara massal.
Hal ini dikarenakan pendapatan dan kepercayaan pekerjaan mereka masih lemah. Tentunya hal ini berdampak bagi berbagai negara yang bergantung pada pariwisata.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data World Population Review yang dikutip Rabu (12/7), penduduk China kini sebesar 1,4 miliar, terbanyak kedua di dunia dengan presentasi pada 2023 sebesar 17,81 persen.
Kemudian, mengutip Bloomberg, diketahui bahwa risiko kenaikan suku bunga lebih lanjut dapat membuat AS jatuh dalam resesi.
Dengan prospek dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia yang melemah secara bersamaan, maka hal ini akan berdampak bagi semua pihak.