Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mandatory Spending Dihapus di UU Kesehatan, Ini Penjelasan Komisi IX DPR

Komisi IX DPR angkat bicara terkait mandatory spending atau dana wajib kesehatan yang dihilangkan dalam Undang-Undang Kesehatan.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, angkat bicara terkait mandatory spending atau dana wajib kesehatan yang dihilangkan dalam Undang-Undang atau UU Kesehatan.

Dalam penyusunannya, Komisi IX bersama dengan pemerintah sempat mempertimbangkan dua opsi terkait anggaran di sektor kesehatan untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan di Tanah Air berjalan dengan baik.

Pertama, pendekatan menggunakan mandatory spending di mana anggaran disiapkan sebelum memutuskan program apa yang akan dilakukan, atau kedua, memakai sistem yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yakni pola penganggaran berbasis kinerja.

“Setelah kemarin dibahas oleh semua fraksi dan juga pemerintah, akhirnya usulan pemerintah yang lebih banyak disetujui oleh berbagai fraksi,” kata Melkiades kepada awak media di Kompleks Parlemen, Rabu (12/7/2023).

Dengan disetujuinya usulan pemerintah yakni menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja, maka konsep mandatory spending yang sebelumnya tercantum dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan yang mengatur bahwa alokasi pempus untuk anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN, sedangkan dari pemda minimal 10 persen dari APBD tidak digunakan lagi. 

Nantinya, program-program tersebut akan dibahas dalam rencana induk bidang kesehatan atau RIBK yang juga diatur dalam omnibus law kesehatan. 

Melki mengatakan, RIBK seperti Repelita atau rencana pembangunan lima tahun yang sempat berlaku pada masa orde baru.

“Itu kemudian kita putuskan programnya, kemudian anggaran akan disiapkan untuk menyesuaikan dengan program yang kita putuskan. Itu akan dibahas nanti di RIBK yang memuat anggaran, kita bisa dorong dengan maksimal di sana,” jelasnya.

Hilangnya mandatory spending dalam UU Kesehatan ini menjadi salah satu sorotan dari organisasi profesi yang menolak aturan ini.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mohammad Adib Khumaidi, khawatir hilangnya mandatory spending dalam aturan ini akan mengarah pada konsep privatisasi di sektor kesehatan, mengingat kebutuhan kepentingan kesehatan yang kian besar dan pembiayaan kesehatan yang tergolong tinggi.

“Hilangnya mandatory spending, hilangnya komitmen pemerintah pusat terkait dengan pembiayaan pendanaan kesehatan dan kemudian membuka peluang karena kebutuhan kepentingan kesehatan kita itu semakin besar,” ujar Adib kepada awak media di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (11/7/2023).

Adapun, dalam aturan yang baru disahkan DPR RI menjadi UU itu, pemerintah pusat dan daerah wajib memprioritaskan anggaran kesehatan untuk program dan kegiatan dalam penyusunan APBN dan APBD. Ini tertuang dalam beleid UU Kesehatan pasal 409 ayat 1.

Pengalokasian anggaran ini juga termasuk memerhatikan penyelesaian permasalahan kesehatan berdasarkan beban penyakit atau epidemiologi.

Selain itu, pemerintah pusat dapat memberikan insentif atau disinsentif kepada pemerintah daerah, sesuai dengan capaian kinerja program dan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper