Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Ramal The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga 2 Kali di Juli-Agustus

BI siap mengantispasi dampak ke ekonomi RI lantaran The Fed yang akan menaikkan suku bunga 2 kali pada Juli-Agustus 2023.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam acara Mandiri Sustainability Forum 2022, Rabu (2/11/2022)/Bisnis-Ni Luh Anggela
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam acara Mandiri Sustainability Forum 2022, Rabu (2/11/2022)/Bisnis-Ni Luh Anggela

Bisnis.com, JAKARTA – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyampaikan bahwa pihaknya mengantisipasi dampak rambatan akibat langkah Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuan pada Juli dan Agustus 2023. 

Dia menilai ketidakpastian kondisi ekonomi global saat ini semakin meningkat. BI memperkirakan ekonomi global tahun ini hanya akan tumbuh sebesar 2,7 persen, jauh melambat dibandingkan dengan tahun lalu yang tumbuh 3,4 persen.

Destry mengatakan perlambatan ekonomi terutama dirasakan di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China. Khususnya di AS dan Eropa, tekanan inflasi masih cenderung tinggi dan pasar tenaga kerja di negara-negara tersebut masih relatif ketat.

Menurutnya, hal tersebut kemudian menyebabkan tingkat suku bunga acuan di AS dan Eropa akan bertahan lebih lama pada level yang tinggi atau yang disebut dengan higher for longer.

“Bahkan di AS diperkirakan ada kenaikan FFR [Fed Funds Rate] satu hingga dua kali lagi pada Juli dan Agustus,” kata Destry dalam rapat kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (10/7/2023).

Sementara itu, Destry mengatakan pemulihan ekonomi di China juga tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Berbagai kondisi ini dinilai akan memberikan dampak yang cukup signifikan pada sistem keuangan, termasuk ke nilai tukar banyak negara emerging markets, termasuk Indonesia.

“Kondisi ekonomi di atas menyebabkan tren DXY [indeks dolar] cenderung meningkat dan akan memberikan tekanan pada nilai tukar mata uang lainnya khususnya emerging markets, termasuk Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, Destry mengatakan dibutuhkan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan ekonomi global terhadap ketahan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dalam rangka mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian global, BI akan melakukan berbagai upaya. Pertama, melakukan intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, domestic non deliverable forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder.

Kedua, melanjutkan kebijakan twist operation yang dilakukan dengan penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan daya tarik SBN sehingga tetap dapat mengundang masuknya investor di portofolio SBN.

Ketiga, mengoptimalkan instrumen operasi pasar valas devisa hasil ekspor, (DHE) yaitu term deposit (TD) valas DHE sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada BI.

Keempat, BI akan melanjutkan kebijakan makroprudensial yang longgar yang tersinergi dengan paket kebijakan terpadu, serta meningkatkan penguatan kebijakan sistem pembayaran, guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

Kelima, koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat maupun daerah, serta mitra strategis terus diperkuat, khususnya terkait dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah, dilanjutkan dengan penguatan Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper