Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berhasil kembali naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income) berdasarkan ketetapan Bank Dunia (World Bank) pada 1 Juli 2023. Mungkinkah RI melesat jadi negara maju?
Gross National Income (GNI) atau pendapatan per kapita Indonesia tercatat naik sebesar 9,8 persen menjadi US$4.580 pada 2022, dibandingkan dengan periode pada 2023 sebesar US$4.170.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa kenaikan kelas Indonesia tersebut tidak terlepas dari meningkatnya pendapatan ekspor komoditas olahan primer dan setengah jadi.
Menurutnya, kenaikan kelas ini bisa bersifat temporer karena tidak menjamin pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali ke periode pra-pandemi.
“Begitu harga komoditas mulai melandai, tekanan ekspor dan pelemahan sektor turunan komoditas akan membuat ekonomi kembali melemah,” katanya, Rabu (5/7/2023).
Sementara itu, dengan status sebagai negara menengah, Bhima menilai bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk bisa melompat kelas menjadi negara maju.
Baca Juga
Apalagi, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen untuk bisa menuju ke status sebagai negara maju. Di sisi lain, Bhima mengatakan laju inflasi dan suku bunga yang meningkat saat ini masih menjadi tantangan untuk bisa mencapai level pertumbuhan tersebut.
Dia menambahkan, dengan naiknya status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas, di satu sisi, Indonesia bisa mendapatkan bunga pinjaman yang lebih rendah di pasar.
Hal ini dikarenakan rating utang Indonesia yang dinilai lebih baik, sehingga kesempatan lebih dipercaya oleh investor dan mitra dagang menjadi meningkat.
Namun demikian, di sisi lain, konsekuensinya Indonesia akan lebih banyak meminjam dengan skema pasar ke depan, bukan menggunakan skema hibah dan skema pinjaman lunak (soft loan) yang bersifat bilateral-multilateral.
“Kelemahan lainnya adalah fasilitas perdagangan sebagai contoh soal GSP [Generalized System of Preferences] untuk ekspor ke Amerika Serikat di Indonesia bisa dievaluasi karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju,” kata dia.