Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sukses Naik Kelas, Mungkinkah Jokowi Bawa Indonesia jadi Negara Maju?

Ekonom CELIOS mengungkap potensi Indonesia jadi negara maju ketika sudah naik kelas jadi negara berpendapatan menengah atas.
Presiden Joko Widodo secara resmi membuka KTT ke-42 Asean 2023 di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, NTT pada Rabu (10/5/2023). Jokowi didampingi Menlu Retno Marsudi dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dok. Youtube Setpres RI
Presiden Joko Widodo secara resmi membuka KTT ke-42 Asean 2023 di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, NTT pada Rabu (10/5/2023). Jokowi didampingi Menlu Retno Marsudi dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dok. Youtube Setpres RI

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berhasil kembali naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income) berdasarkan ketetapan Bank Dunia (World Bank) pada 1 Juli 2023. Mungkinkah RI melesat jadi negara maju?

Gross National Income (GNI) atau pendapatan per kapita Indonesia tercatat naik sebesar 9,8 persen menjadi US$4.580 pada 2022, dibandingkan dengan periode pada 2023 sebesar US$4.170. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa kenaikan kelas Indonesia tersebut tidak terlepas dari meningkatnya pendapatan ekspor komoditas olahan primer dan setengah jadi. 

Menurutnya, kenaikan kelas ini bisa bersifat temporer karena tidak menjamin pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali ke periode pra-pandemi. 

“Begitu harga komoditas mulai melandai, tekanan ekspor dan pelemahan sektor turunan komoditas akan membuat ekonomi kembali melemah,” katanya, Rabu (5/7/2023).

Sementara itu, dengan status sebagai negara menengah, Bhima menilai bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk bisa melompat kelas menjadi negara maju.

Apalagi, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen untuk bisa menuju ke status sebagai negara maju. Di sisi lain, Bhima mengatakan laju inflasi dan suku bunga yang meningkat saat ini masih menjadi tantangan untuk bisa mencapai level pertumbuhan tersebut.

Dia menambahkan, dengan naiknya status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas, di satu sisi, Indonesia bisa mendapatkan bunga pinjaman yang lebih rendah di pasar.

Hal ini dikarenakan rating utang Indonesia yang dinilai lebih baik, sehingga kesempatan lebih dipercaya oleh investor dan mitra dagang menjadi meningkat. 

Namun demikian, di sisi lain, konsekuensinya Indonesia akan lebih banyak meminjam dengan skema pasar ke depan, bukan menggunakan skema hibah dan skema pinjaman lunak (soft loan) yang bersifat bilateral-multilateral. 

“Kelemahan lainnya adalah fasilitas perdagangan sebagai contoh soal GSP [Generalized System of Preferences] untuk ekspor ke Amerika Serikat di Indonesia bisa dievaluasi karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper