Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan menginginkan agar nantinya biaya transaksi crude palm oil (CPO) di dalam bursa berjangka harus kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang selama ini dilakukan oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan sekaligus Plh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Isy Karim.
Menurut Isy, pembentukan bursa berjangka untuk ekspor CPO sudah searah dengan amanah Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 1997 sebagaimana diamandemen menjadi UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK).
Seperti diketahui, dalam waktu dekat pemerintah akan membentuk aturan bursa berjangka untuk ekspor produk CPO. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menciptakan bank data CPO yang lebih akurat.
"Salah satu tujuan PBK adalah sebagai sarana menciptakan hara (price discovery) dan pembentukan harga acuan (price reference) yang transparan," ujar Isy dikutip dari keterangan resmi, Kamis (29/6/2023).
Adapun Isy menegaskan, nantinya bursa CPO yang ditunjuk oleh pemerintah haruslah terpercaya di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, bursa ekspor CPO juga, kata Isy harus mampu memberikan layanan yang optimal kepada para pelaku usaha.
Baca Juga
Adapun dalam implementasinya, Isy menyebut dibutuhkan pelatihan dan sosialisasi terlebih dahulu ihwal tata cara serta mekanisme ekspor CPO melalui bursa berjangka kepada para pelaku usaha.
"Diharap, kebijakan yang akan dijalankan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan kontrak jangka panjang (long term contract) dan mudah dalam pelaksanaanya," jelasnya.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Farid Amir menuturkan bahwa kebijakan ekspor melalui bursa berjangka komoditi hanya akan mengatur CPO dengan kode HS15111000. Kebijakan tersebut tidak berlaku untuk produk turunan dari CPO dengan kode tersebut.
Menurut Amir, produk CPO dengan kode HS15111000 dipilih lantaran volumenya tidak terlalu besar sehingga tidak menimbulkan goncangan yang besar saat diimplementasikan.
Secara garis besar, Farid menjelaskan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada alur bisnis kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka.
Hanya saja ada penambahan satu proses sebelum eksportir melakukan ekspor CPO, yaitu harus ditransaksikan di bursa berjangka untuk kemudian diterbitkan bukti pembelian CPO oleh bursa.
Nantinya, bukti pembelian tersebut menjadi dokumen yang akan digunakan dalam pemrosesan Persetujuan Ekspor (PE).
"Pihak - pihak yang berhak melakukan ekspor adalah Eksportir Terdaftar (ET) dan memiliki Hak Ekspor (HE) yang diperoleh dari pemenuhan atas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan/atau dari pihak yang mengalihkan HE atas pemenuhan DMO,” jelas Farid.