Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri tekstil mengaku produk impor semakin deras, sehingga mengancam keberlangsungan usaha dan menjamurnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.
Bahkan, Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API mengklaim utilitas pabrik kini rata-rata hanya sekitar 50 persen. Hal ini memaksa para pelaku industri melakukan berbagai efisiensi, termasuk pemangkasan jumlah pekerja.
API memproyeksikan akan terjadi gelombang PHK pada kuartal III/2023. Asosiasi memperkirakan sebanyak 12.000 pekerja bakal kehilangan pekerjaan dari sektor tekstil.
Baca Juga
Sekretaris API Danang Girindrawardana menuturkan sebanyak 12.000 pekerja tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan di sektor hulu dan hilir industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
“Sebanyak 12.000 itu potensi yang bisa terjadi di sektor hulu dan hilir TPT,” tutur Danang saat dihubungi Bisnis pada Rabu (21/6/2023).
Dia menjelaskan jumlah PHK itu berasal dari lima pabrik yang bakal menutup usaha. Danang tidak menjelaskan identitas kelima perusahaan yang berpotensi memangkas karyawannya pada kuartal III/2023 tersebut.
Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), total tenaga kerja pabrik garmen sebagai salah satu mata rantai industri tekstil, telah memangkas 79.316 pekerja sepanjang periode Januari sampai awal November 2022.
Lebih lanjut Danang menjelaskan, API melihat adanya potensi badai PHK di kuartal III/2023 ini jika permintaan dari pasar domestik masih anjlok disebabkan oleh banjir impor dari luar negeri hingga empat bulan ke depan.
Terlebih, menurutnya, pemerintah dalam belum memiliki inisiatif kebijakan memproteksi pasar domestik.
“Jika selama hari ini sampai empat bulan ke depan, barang barang TPT dan garmen dari luar terus menerus membanjiri pasar domestik, tanpa kontrol dari pemerintah dan penegak hukum,” tambah Danang.
Senada dengan Danang, Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menuturkan sebanyak 70 persen hasil produksi industri TPT dalam negeri akan dipasarkan di pasar domestik. Dengan demikian menurutnya, banjir impor ini cukup membuat sektor tekstil terpuruk.
Terlebih saat ini industri TPT juga tidak dapat berharap banyak pada permintaan luar negeri, akibat perekonomian negara tujuan sektor tekstil seperti Amerika Serikat dan Eropa yang masih terpuruk imbas perang Rusia-Ukraina.
“Porsi pasar dalam negeri itukan menempati 70 persen dari produksi tekstil dalam negeri, jadi produk asing sangat berpengaruh, khususnya dari Tiongkok,” kata Jemmy saat ditemui Bisnis di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (21/6/2023).