Bisnis.com, YOGYAKARTA - Pelaku usaha tekstil mengaku kelimpungan mempertahankan pasar domestik karena derasnya impor tekstil, khususnya dari China.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebutkan kehilangan pasar domestik bagi pelaku industri merupakan rentetan persoalan, menyusul sepinya order dari pasar tujuan ekspor.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menyebutkan situasi ini sudah terlihat sejak Kuartal IV/2022, lalu semakin parah pada kuartal selanjutnya. Bahkan, menurutnya, situasi ini telah menyebabkan utilitas industri TPT dari hulu ke hilir berkurang hingga di bawah 50 persen.
"Mulai kuartal I/2023 dari hulu sampai ke hilir utilitasnya menjadi dibawah 50 persen, ini sudah parah sekali. Namun tanda awal-awalnya sudah dari kuartal IV2022," tutur Jemmy saat ditemui Bisnis di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (21/6/2023).
Dilihat dari data impor Harmonized System (HS) produk tekstil jadi dengan kode 61, 62, dan 63 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal I/2023 lalu China mengimpor sebanyak 17.470,49 ton atau senilai US$94,87 juta.
Angka volume impor 17.470,49 ton ini menurun 16,95 persen dibandingkan dengan 21.036,26 ton pada kuartal yang sama pada tahun sebelumnya.
Baca Juga
Begitupun dengan jika dibandingkan dengan impor ketiga HS ini dari China pada kuartal IV/2022 sebesar 23.702,58 ton dengan nilai US$123,63 juta.
Jumlah volume impor sebanyak 17.470,49 ton pada kuartal I/2023 ini lebih kecil 26,29 persen.Jumlah volume impor sebanyak 17.470,49 ton pada kuartal I/2023 ini juga lebih kecil 43,28 persen dari 30.805,85 ton pada kuartal I/2021.