Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mempermasalahkan soal syarat dalam aturan rumah subsidi bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) harus menunggu 2 tahun.
menyambut baik kabar penyesuaian batasan harga rumah subsidi yang mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 60/PMK.010/2023 disebutkan bahwa harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN kini berkisar antara Rp162 juta - Rp234 juta untuk 2023.
Sekretaris Jenderal Apersi, Daniel Djumali, mengatakan kenaikan harga jual dari semula dikisaran Rp150,5 juta - Rp219 juta telah sesuai dengan perhitungan Apersi yang disesuaikan dengan inflasi harga bahan baku material hingga kenaikan harga BBM.
Namun, ada beberapa catatan dalam PMK tersebut yang tengah dibahas. Beberapa di antaranya yaitu terkait syarat pembelian rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Kami sedang membahas hal ini, karena adanya tambahan ketentuan baru dalam PMK 60," kata Daniel, Selasa (20/6/2023).
Baca Juga
Adapun, pihaknya mempertanyakan syarat yang tercantum pada Pasal 2 ayat 13 A dan 13 B. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa MBR harus sudah menyampaikan 2 kali laporan SPT Pajak Penghasilan.
"Yang berarti MBR baru bisa memperoleh rumah setelah menunggu dua tahun kemudian," ujarnya.
Selanjutnya, pada pasal 4 ayat 3 dan 4 disebutkan bahwa MBR baru bisa mendapatkan pembebasan PPN setelah terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah.
Menurutnya, syarat kepemilikan NPWP saja sudah cukup bagi MBR untuk membeli rumah subsidi melalui kredit atau pembiayaan melalui program kepemilikan rumah umum.
Pasalnya, dia menilai kebijakan ini pun sudah merupakan program khusus perluasan basis pajak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Kasihan MBR yang betul-betul sangat membutuhkan Rumah Subsidi bagi diri sendiri dan keluarganya, harus menunggu lebih lama lagi dan bisa mengganggu Program Sejuta Rumah Pemerintah, maupun backlog perumahan khususnya bagi MBR," jelasnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Apersi, Junaidi Abdillah mengatakan besaran kenaikan 7,6 persen di tahun ini dan 1,2 persen di tahun 2024 merupakan kalkulasi pemerintah dengan melihat kondisi kebutuhan di sektor properti.
Dengan demikian, penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dapat tetap berjalan. Menurutnya, hal ini menjadi stimulus bagi pengembang untuk segera mengerjar produksi rumah subsidi.
Adapun, Apersi telah membangun 30.000-40.000 unit rumah subsidi per Mei 2023. Sementara tahun lalu, Apersi mampu membangun 70.000 unit dari siteplan rencana 110.000 unit.
Sementara untuk tahun ini, dari site plan 172.000 unit, Apersi akan mengerjar 70 persen realisasi dikisaran 110.000 unit hingga 110.000-120.000 unit.