Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulog Sukar Serap Beras, Harga Rentan Bergejolak

Bulog tidak dapat bekerja sesuai ekspektasi akibat beras yang didistribusikan kemudian dijual kembali oleh pedagang untuk oplosan beras komersial premium.
Pekerja membersihkan gudang beras Bulog Divre Sulselbar di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6/2016)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Pekerja membersihkan gudang beras Bulog Divre Sulselbar di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6/2016)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisinis.com, JAKARTA- Pemerintah melalui Bulog masih sering kesulitan dalam mencapai target penyerapan beras. Selain itu, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras, seringkali belum mencerminkan biaya riil yang dihadapi petani. 

Tim Riset Nagara Institute Muhammad Dian Revindo mengatakan berdasarkan hasil riset, cadangan beras pemerintah yang tidak mencukupi dapat mempengaruhi harga beras di pasaran dan memicu perilaku spekulan di tengah masyarakat.

“Bahkan harganya lebih rendah dari pelaku swasta serta memiliki persyaratan yang tidak mudah dipenuhi petani terkait kadar air, termin pembayaran, dan bentuk tebasan,” ujar dia dalam seminar yang membahas riset Nagara Institute, Kamis (15/6/2023).

Dia menuturkan, dalam situasi ini secara normatif, impor dapat dilakukan untuk meningkatkan cadangan pemerintah dan guna menjaga agar harga terjangkau oleh konsumen. 

Hanya saja, data memperlihatkan bahwa selama lima tahun   terakhir peningkatan impor beras lebih berpengaruh pada kejatuhan harga beras di tingkat petani dibandingkan pada tingkat konsumen, khusus beras medium,  padahal beras yang diimpor belum tentu menjadi substitusi sempurna dari produk beras domestik.

“Karena itu Bapanas perlu menetapkan harga acuan tingkat produsen yang memperhitungkan biaya produsen riil petani. Selain itu kebijakan satu harga perlu dievaluasi mengingat variasi biaya produksi antardaerah yang berbeda-beda. Selain itu cadangan pemerintah perlu ditingkatkan menjadi sekitar 6 persen dari total untuk stok nasional,” ujar Revindo yang juga pengajar Universitas Indonesia itu.

Nagara Institute memberikan contoh pada 2022, Bulog mendapatkan mandat untuk meningkatkan cadangan sebesar 1 juta ton beras  dengan 500 ribu dari produsen domestik.

Pada  tahun 2023 target penyerapan adalah 2,4 juta ton produksi domestik beras dengan 70 persen dari hasil panen raya awal tahun. Dalam penyerapan itu, Bulog juga dibantu oleh aparat Babinsa, TNI, Polri untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi dan prduksi diu lapangan.

Namun, harga domestik yang tinggi mendatangkan tantangan lain dalam upaya Bulog menjaga stabilitas harga. “Tantangan itu berupa risiko dari penyelundupan beras dari luar negeri karena selisih harga yang semaki tinggi karena harga beras impor uang lebih murah,” tutur Revindo.

Selain itu, Bulog juga tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan akibat beras yang didistribusikan kemudian dijual kembali oleh pedagang untuk oplosan beras komersial premium.

Tantangan lain bagi Bulog juga dihadapi ketika mengelolah komoditas lain seperti jagung dan kedelai. Untuk kasus kedelai misalnya, rata-rata impor mencapai 3,5 juta per tahun yang didominasi oleh beberapa importir tertentu. “Karena itu Bulog harus berjuang lebih keras dalam menyerap dan menyalurkan komoditasnya,” ucapnya.

Karena itu pemerintah, dalam hal ini Bapanas, perlu segera memperbaiki penyaluran di hilir oleh Bulog karena beberapa mekanisme penyaluran seperti Rastra sudah dihilangkan dan mekanisme untuk menyalurkan melalui Bantuan Pemerintah Non-Tunai (BPNT) tidak mudah dilaksanakan.

“Tantangan itu makin berat kareba pada saat bersamaan Bulog harus memperbaiki kualitas beras melalui peningkatan kualitas penyimpnan, pemanfaatan teknologi, serta perbaikian standard operasi [SOP] dalam proses produksi,” kata Revindo.  

Terkait komoditas lain di luar beras, pada akhir 2021 terjadi lonjakan harga jagung yang berdampak pada naiknya harga telur ayam di tingkat konsumen hingga di atas 50 persen menyentuh Rp35.000 per kg. 

Pada awal tahun 2022 juga terjadi lonjakan harga kedelai internasional yang menyebabkan tahu dan tempe langka di pasaran, karena perajin tak mampu membeli kedelai dengan harga tinggi.

Oleh karena itu, demikian Nagara Institute menegaskan bahwa ketahanan pangan hanya akan mungkin tercipta apabila  Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa mengoptimalkan peran Bulog dengan membuat cadangan pangan baik itu beras, jagung dan kedelai, agar Bulog bisa melakukan stabilisasi bila terjadi lonjakan harga di pasaran. 

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, lembaga itu memiliki kewenangan mengelola sembilan komoditas pangan yaitu beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging unggas, daging ruminansia, dan cabai.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper