Bisnis.com, JAKARTA - Tandan buah segar (TBS) sawit petani tengah mengalami penurunan harga di hampir semua wilayah Indonesia.
Penyebabnya diduga karena banyak spekulan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pasar internasional memainkan isu European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau kebijakan yang mengatur komoditas dan dampaknya terhadap deforestasi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengungkapkan, banyak spekulan yang seakan mewajibkan semua produk CPO wajib memiliki setifikasi EUDR. Hal tersebut, menurutnya, berdampak pada harga CPO global yang sedikit mengalami penurunan.
“Meskipun terkoreksi sedikit, namun di harga CPO hasil tender CPO KPBN [dalam negeri] penurunan tersebut semakin jauh,” ujar Gulat kepada Bisnis, Rabu (14/6/2023).
Dia mengatakan, penurunan harga CPO tersebut membuat banyak pabrik kelapa sawit (PKS) menjual CPO-nya dengan murah. Penurunan itu, ujar Gulat, merembet ke harga TBS petani sebagai bahan dasar CPO.
“Penurunan harga TBS sangat melampaui penurunan harga CPO dan sangat tidak wajar,” ucap Gulat.
Baca Juga
Saat ini, menurut data Apkasindo, harga TBS hanya Rp1.450-Rp1.750 per kg, sedangkan idealnya Rp2.500 per kg karena harga pokok produksnya sebesar Rp2.150 per kg.
Gulat berharap pemerintah bisa menindak PKS-PKS yang membeli harga murah TBS petani. Dia mengatakan, harga TBS pun bisa kembali terdongkrak apabila serapan dalam negeri bisa meningkat.
“Tingkatkan serapan CPO pelanggan lama dan ekspansi ke pasar baru,” ujar dia.
Sebelumnya, Uni Eropa memberlakukan kebijakan diskriminatif melalui UU Antideforestasi (EUDR) yang mencegah ekspor sejumlah komoditas asal Tanah Air. Regulasi yang disahkan Uni Eropa itu membuat pengekspor harus memiliki sertifikat yang menyatakan produk mereka tidak merusak lingkungan dan hutan.
Produk yang mendapatkan rintangan, antara lain kelapa sawit, karet, sapi, hingga produk hasil hutan. Keputusan UU antideforestasi itu berlaku mulai bulan lalu dan efektif 18 bulan mendatang atau Desember 2024.