Bisnis.com, JAKARTA - Produk sawit Indonesia masih tetap diperlukan Eropa meski ada UU Anti Deforestasi atau Europe Deforestation Regulations (EUDR). Terlebih, kebutuhan konsumsi domestik akan minyak nabati di Benua Biru belum terpenuhi dan masih mengandalkan impor.
Di samping itu peningkatan permintaan bahan bakar biodiesel di Uni Eropa merupakan peluang bagi kelapa sawit untuk terus melakukan penetrasi pasar.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawijaya, mengatakan sekitar 60 persen produk minyak sawit Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor artinya Indonesia berkontribusi terhadap ketersediaan barang konsumsi, pangan dan energi untuk dunia.
Dengan perkiraan populasi global mencapai sekitar 9,8 miliar pada 2050, peningkatan kepadatan penduduk perkotaan, diprediksi akan ada tambahan kebutuhan 200 juta ton minyak nabati di masa depan yang dapat dipenuhi oleh minyak sawit karena minyak nabati yang paling efisien dan paling produktif.
“Namun dengan implementasi EUDR pada 2023, produsen biodiesel sawit di Indonesia perlu meningkatkan aspek sustainability dari rantai pasoknya sehingga pangsa pasar bahan baku industri biodiesel di Uni Eropa tidak menurun,” kata Mauli dalam acara diskusi bertajuk “Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan”, Rabu (7/6/2023).
Dia mengatakan sektor sawit di Indonesia yang melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja, dapat terus mendorong Product Domestik Bruot (PDB) di sektor perkebunan pada angka yang positif, sehingga PDB Indonesia di triwulan III 2022 dapat bertumbuh positif di angka 5,72 persen. Dimana volume ekspor minyak sawit pada 2022 mencapai 34,67 juta ton dengan nilai ekspor sebesar Rp34,5 triliun.
Baca Juga
“Kebijakan pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi dengan komposisi ekspor CPO yang terus menurun. Disamping itu, capaian kinerja imbal hasil dana kelolaan BPDPKS di tahun 2022 mencapai Rp800 miliar atau naik 123,31 persen,” katanya.
Menurut Mauli, guna mendukung industri sawit akan dilakukan landasan strategi komunikasi untuk wilayah Uni Eropa melalui empat langkah yakni, pertama, Legal Actions untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi terkait perdagangan kelapa sawit Indonesia.
Kedua, Bilateral relationships untuk Menjalin hubungan bilateral sebagai upaya persuasive antar negara untuk meredam tren diskriminasi kelapa sawit pada negara-negara Uni Eropa. Ketiga, Certification untuk menerapkan sertifikasi sustainable yang diakui internasional untuk menembus pasar ekspor.
“Serta keempat media coverage dengan memanfaatkan channel komunikasi yang paling dipercaya di tiga negara -[Jerman, Prancis dan Belgia],” ungkap Mauli.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Khadikin menuturkan produksi CPO Indonesia telah berkontribusi hingga 51 persen dari pasokan minyak sawit yang dikonsumsi masyarakat dunia. Peranan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia ini, menjadi sangat penting keberadaannya, lantaran konsumsi masyarakat global selalu mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya.
Dia mengatakan sampai hingga saat ini jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia telah sebanyak 2.511 yang tersebar di 26 provinsi. Dimana kapasitas produksi telah mencapai 84,8 juta ton dengan utilisasi sekitar 55 persenmenghasilkan 47 juta ton minyak sawit mentah (CPO).
“Indonesia merupakan negara Penghasil kelapa sawit nomor pertama di Dunia dengan pangsa pasar 55 persen dari pasar global,” katanya