Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uni Eropa Jegal Sawit Indonesia! Gapki Cari Pasar Ekspor Baru

Gapki harus putar otak untuk mencari pasar ekspor baru di tengah upaya Uni Eropa jegal sawit Indonesia lewat UU Antideforestasi.
Ilustrasi Kebun Sawit. /Sinar Mas Agribusiness
Ilustrasi Kebun Sawit. /Sinar Mas Agribusiness

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) harus putar otak untuk mencari pasar ekspor baru seiring dengan sawit asal Tanah Air kena jegal Uni Eropa melalui UU Antideforestasi (EUDR).

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan saat ini pelaku usaha dan pemerintah terus berupaya membuka pasar baru, yang terakhir dengan negara-negara Eropa Timur.

“Hal ini diharapkan tidak terus bergantung kepada pasar tradisional yang selama ini, tetapi tetap menjaga pasar tradisional yang ada,” ujar Eddy kepada Bisnis.com, Rabu (7/6/2023).

Eddy menuturkan untuk mensiasati EUDR tersebut sejatinya sudah diantisipasi pemerintah lewat moratorium sawit selama 3 tahun. Melalui Instruksi Presiden No. 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, yang berakhir pada 19 September 2021.

Dengan beleid tersebut, menurut Eddy perusahaan sawit sudah tidak ada yang membuka lahan baru sejak 2020 lantaran tidak adanya izin. Namun, kasus berbeda dengan perkebunan rakyat khusunya mereka yang beralih dari karet atau komoditas lain ke sawit.

“Bukan berarti perusahaan tidak kena, karena perusahaan juga kena karena kami kan menerima buah TBS dari masyarakat,”  ucap Eddy.

EUDR sendiri adalah regulasi Uni Eropa yang bertujuan mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap tujuh komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit. Kewajiban ini adalah untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke pasar Uni Eropa merupakan barang yang bebas dari deforestasi.

Indonesia terkenal sebagai produsen utama dunia kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dunia. Indikator itu bisa terlihat dari sisi pangsa pasar di dunia. Produk sawit Indonesia tercatat mencapai 59 persen pangsa pasar dunia. Baru setelah itu, di posisi kedua adalah Malaysia dengan penguasaan 25 persen. Gabungan negara lain baru menguasai 16 persen.

“EUDR ini tidak bisa diatasi oleh kita sendiri, tetapi harus bersama dengan pemerintah untuk mengatasi itu, utamanya karena merugikan sawit rakyat,” katanya Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper