Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dan Malaysia mengkritik kebijakan antideforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) sebagai aturan yang bersifat diskriminatif.
Dalam kunjungan ke Brussel, Belgia pada 30-31 Mei 2023, misi gabungan Indonesia dan Malaysia menyampaikan keprihatinan serta keberatan terhadap EUDR yang baru disahkan dengan menegaskan kembali pentingnya komoditas kelapa sawit bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat di kedua negara.
Dalam pernyataan bersama pada Rabu (31/5/2023), kedua negara memperingatkan bahwa kebijakan itu akan berdampak buruk terhadap perdagangan internasional dan menghambat upaya industri kelapa sawit menuju Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Adapun, tujuan SDGs ke-12 adalah menjamin pola produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab.
“Kedua negara menyatakan harapannya agar Uni Eropa memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, non-diskriminasi, konsisten dengan peraturan dan regulasi WTO [World Trade Organization], khususnya dalam perdagangan minyak sawit dan produk-produknya," bunyi pernyataan bersama misi gabungan Indonesia-Malaysia, dikutip dari siaran pers, Rabu (31/5/2023).
Indonesia dan Malaysia percaya bahwa kebijakan EUDR tidak semestinya menciptakan distorsi perdagangan atau diskriminatif dalam hal cakupan produk dan perlakuan nasional. Saat ini, negara-negara berkembang terus terlibat dalam membangun sistem perdagangan multilateral yang berkelanjutan sehingga menurut kedua negara, peraturan baru harus dicapai melalui pendekatan tanpa pembatasan perdagangan.
Terdapat pula kebutuhan untuk membentuk gugus tugas konsultatif oleh kedua belah pihak guna membahas cara dan sarana pelaksanaan EUDR. Isu-isu yang harus diselesaikan meliputi pelibatan petani kecil dalam rantai pasok, penerimaan skema sertifikasi berkelanjutan nasional sebagai acuan pedoman pelaksanaan, klarifikasi teknis pada sistem benchmarking, geolokasi, legalitas, dan ketertelusuran.
Baca Juga
Indonesia dan Malaysia juga menggarisbawahi bahwa sistem benchmarking negara yang dikembangkan oleh Komisi Eropa, pelabelan suatu negara sebagai high, standard, dan low-risk memiliki konsekuensi terhadap kedaulatan dan citra negara tersebut.
Oleh karena itu, keduanya menilai Uni Eropa harus berhati-hati memperhitungkan dan menyadari efek pelabelan tersebut. Indonesia dan Malaysia mendesak Uni Eropa dengan sangat untuk memastikan bahwa Indonesia dan Malaysia adalah negara berisiko rendah.
Adapun, misi gabungan yang melibatkan Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, dan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) melakukan kunjungan ke Brussel, Belgia, pada 30-31 Mei 2023. Misi tersebut dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Fadillah bin Haji Yusof dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
Meskipun Indonesia dan Malaysia tidak mengharapkan hasil langsung yang nyata dari pertemuan tersebut, kedua pimpinan misi mengirimkan pesan yang kuat tentang pentingnya Uni Eropa menyadari keinginan mereka, pada saat yang sama membuka jalan bagi kolaborasi dan kemitraan di masa depan.