Bisnis.com, JAKARTA - Misi gabungan Indonesia dan Malaysia resmi menyampaikan keprihatinan serta keberatan terhadap kebijakan antideforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang baru disahkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, undang-undang yang mengatur perdagangan komoditas bebas deforestasi itu mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan terkait isu perubahan iklim hingga perlindungan biodiversity, sesuai dengan kesepakatan, perjanjian, dan konvensi multilateral seperti Paris Agreement.
Dia menegaskan negara anggota Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) secara ketat telah menerapkan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan.
“Bahkan level deforestasi di Indonesia turun 75 persen pada periode 2019-2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84 persen,” kata Airlangga saat menghadiri jamuan makan malam dengan perwakilan organisasi masyarakat sipil dan LSM di Brussels, Belgia, dikutip dari siaran pers, Rabu (31/5/2023).
Dalam jamuan makan malam yang turut dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof itu, Indonesia kembali menyerukan kolaborasi antara negara anggota CPOPC. Selain itu, pemahaman antara negara produsen dan konsumen perlu ditingkatkan.
Indonesia juga meminta pengakuan dan pemahaman atas apa yang telah dilakukan dalam memproduksi kelapa sawit secara berkelanjutan.
Baca Juga
“Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima,” tegas Airlangga.
Adapun, misi gabungan Indonesia-Malaysia melakukan kunjungan ke Brussel, Belgia pada 30-31 Mei 2023. Misi gabungan tersebut menegaskan kembali pentingnya komoditas kelapa sawit bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat di kedua negara.
Kedua negara memandang kebijakan EUDR yang bersifat diskriminatif dan punitif tidak hanya akan berdampak buruk bagi perdagangan internasional, tetapi juga akan menghambat upaya industri kelapa sawit dalam mencapai Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Kedatangan Joint Mission Indonesia – Malaysia ke Uni Eropa kali ini berada di momen kritis. Kami menyampaikan concern dan ketidaksetujuan kami kepada Uni Eropa yang kembali mendiskriminasi komoditas ekspor unggulan, terutama kelapa sawit yang berdampak negatif pada industri, perdagangan, dan para petani kecil [smallholders] kelapa sawit, melalui kebijakan EU Deforestation-Free Regulation,” kata Airlangga.
Di lain sisi, lanjut Airlangga, pada situasi global yang penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini, semua pihak perlu untuk bekerja serta bergerak selaras dan harmonis dalam mencapai tujuan bersama, yaitu pemulihan ekonomi dan kesejahteraan.
“Peran industri sangat penting. Mari bersama mempromosikan palm oil secara positif yang sejalan dengan upaya dan komitmen yang telah dilakukan selama ini,” pungkasnya.