Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan raksasa sawit Sinar Mas Agribusiness and Food tidak terlalu khawatir dengan pemberlakukan undang-undang anti deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang dianggap bakal menghambat perdagangan kelapa sawit.
Hal itu karena Sinar Mas yakin punya jalan keluar, yakni sejak 2015 telah menerapkan aspek traceability yang merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan.
Head of Sustainability and Strategic Projects Sinar Mas Agribusiness and Food Götz Martin mengatakan, pihaknya beruntung bisa memahami rantai pasok sawit hingga level pekebun sejak lama. Dia mengungkapkan, Sinar Mas juga sedang melakukan analisis risiko terkait kebijakan EUDR yang bakal diterapkan akhir 2024 nanti.
“Kita juga sedang melakukan transformasi, salah satunya lewat program Sawit Terampil agar smallholder bisa comply dengan regulasi tersebut,” ujar Gotz di Jakarta, Jumat (27/5/2023).
Gotz menambahkan, pihaknya pun masih menunggu detail lebih lanjut dari EUDR. Namun, dia yakin regulasi tersebut masih dalam diskusi yang sedang diperjuangkan pemerintah Indonesia.
Menurut dia, Sinar Mas Agribusiness and Food masih punya waktu mengatur kebijakan untuk menghadapi UU Uni Eropa yang bakal berjalan tahun depan itu.
Baca Juga
“Menurut saya, ini akan bermanfaat bagi petani Indonesia jika mampu memenuhi persyaratan ini dalam jangka panjang,” katanya.
Untuk mempersiapkan petani bisa mematuhi persyaratan EUDR, Gotz menjelaskan bahwa Sinar Mas telah memfasilitasi lebih 500 petani yang memiliki lebih dari 900 hektare perkebunan kelapa sawit di Aceh Utara dan Langkat untuk mengajukan permohonan mendapatkan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) lewat program Sawit Terampil.
“Mendorong pembangunan ekonomi perdesaan merupakan inti dari pekerjaan kami dan membantu petani untuk meningkatkan keterampilan dan mendapatkan sertifikasi merupakan bagian penting dari upaya ini," tutur Gotz.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan akan terbang ke Brussel, Belgia pada 30-31 Mei mendatang untuk membahas persoalan ini.
Airlangga akan bergabung dengan Pemerintah Malaysia yang diwakili oleh Menteri Perkebunan dan Komoditas Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof untuk menyuarakan kekhawatiran kedua negara terkait aturan anti-deforestasi. Sebelum menjalankan misi gabungan ini, Menko Airlangga menemui Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Timor Leste Vincent Piket pada Rabu (24/5/2023).
Dalam pertemuan ini, ia menyuarakan soal kekhawatiran Indonesia dan Malaysia bahwa aturan anti-deforestasi akan berdampak negatif terhadap petani kecil kelapa sawit dan komoditas lainnya.