Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sawit RI Terjegal Eropa, Pakar: Pemerintah Harus Siapkan Kebijakan Balasan!

UU deforestasi Uni Eropa dinilai dapat membangun citra negatif terhadap minyak sawit Indonesia yang dalam jangka panjang bisa menular ke negara lain.
Pekerja mengangkat buah sawit yang dipanen di Kisaran, Sumatera Utara, Indonesia./Dimas Ardian - Bloomberg
Pekerja mengangkat buah sawit yang dipanen di Kisaran, Sumatera Utara, Indonesia./Dimas Ardian - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menyiapkan kebijakan balasan (retaliasi) terhadap produk-produk Uni Eropa menyusul disahkannya European Union Deforestation Free Regulation (EUDR) yang menghambat pemasaran sawit Indonesia.

Meski pasar Eropa hanya diperingkat 3-4 sebagai tujuan ekspor sawit Indonesia, kebijakan EUDR tersebut membangun citra negatif minyak sawit yang dalam jangka panjang bisa menular ke negara atau kawasan lain.

Pakar agribisnis dan pertanian Tungkot Sipayung mengatakan, saat ini kebijakan EUDR tersebut telah digunakan trader sawit dunia untuk menekan harga crude palm oil (CPO) dunia. Pada level domestik, isu EUDR tersebut sudah dimanfaatkan pembeli tandan buah segar (TBS) sawit untuk menekan harga TBS lokal.

Menghadapi kondisi yang demikian, Tungkot meminta stakeholder sawit harus bersatu mengambil langkah langkah penting.

“Pemerintah harus lebih tegas untuk menolak kebijakan EUDR karena bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan adil WTO. Kedua, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan balasan terhadap barang-barang EU yang masuk ke Indonesia dengan argumen embodied emisi karbon,” ujar Tungkot di Jakarta, Rabu (7/6/2023).

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) itu juga mengatakan, pemerintah Indonesia perlu secara bertahap menyiapkan exit strategy dari pasar EU dengan mendiversifikasi pasar ekspor ke negara atau kawasan lain, seperti kawasan Afrika, kawasan Eropa Timur dan Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur. Di samping itu, pemerintah perlu meningkatkan penyerapan domestik minyak sawit melalui memastikan realisasi B35 berjalan penuh dan segera memasuki B40 parsial, serta diversifikasi hilir lainya.

“Sebagai langkah bersama Asean dan CPOPC [Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit] perlu mengadopsi kebijakan bersama seperti mandatori biodiesel B30, subsitusi impor petrokimia dengan oleokimia di kawasan Asean maupun anggota CPOPC,” jelas dia.

Lebih lanjut, Tungkot berharap agar semua pihak terkait industri sawit untuk lebih intensif lagi melakukan edukasi publik baik untuk membangun citra sawit dan counter isu negatif baik di pasar domestik maupun internasional agar citra buruk sawit akibat isu EUDR tersebut.

“Selain itu, harus melakukan perbaikan produktivitas, efisiensi biaya dan meningkatkan sertifikasi sustainability untuk meningkatkan daya saing maupun citra positif sawit di pasar dunia,” ungkap Tungkot.

Adapun, EUDR yang disahkan Uni Eropa itu membuat pengekspor harus memiliki sertifikat yang menyatakan bahwa produk mereka tidak merusak lingkungan dan hutan. Produk yang mendapatkan rintangan, antara lain kelapa sawit, karet, sapi, hingga produk hasil hutan. Keputusan UU antideforestasi itu berlaku mulai bulan lalu dan efektif 18 bulan mendatang atau Desember 2024.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper