Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa bukan bos PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Jusuf Hamka yang memiliki utang ke negara, melainkan putri dari mantan Presiden ke-2, Siti Hardijanti Rukmana (SHR) atau Tutut Soeharto.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan sejak awal pihaknya menghindari penyebutan nama Jusuf Hamka.
Pasalnya, saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontrak adalah korporasi dan pemilik/pengurus saat itu yang bertanggung jawab. Kemenkeu pun dapat membutkikan dokumen-dokumen yang dimiliki Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN.
“Nama Jusuf Hamka menjadi sentral, padahal seharusnya Ibu SHR,” cuitnya dalam akun Twitter pribadi @prastow, Rabu (14/6/2023).
Kala itu, Ibu Siti Hardianti Rukmana tercatat sebagai Komisaris Utama PT CMNP (1987-1999). Beliau juga memiliki saham CMNP melalui PT Citra Lamtoro Gung. Selain itu, Tutut adalah pemegang saham pengendali Bank Yama (Yakin Makmur), di mana Jusuf Hamka menaruh depositonya.
“Ada 3 entitas milik beliau yang mempunyai utang ke sindikasi bank,” tulis Prastowo.
Baca Juga
Bank sindikasi ini mendapat kucuran BLBI dan masuk BPPN. Bank Yama juga menerima BLBI, menjadi pasien BPPN dan menjadi BBKU. Tutut sebagai penanggung jawab Bank Yama menyelesaikan kewajiban dan dinyatakan selesai setelah memperoleh Surat Keterangan Lunas pada 2003.
Berdasarkan data resmi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), pemerintah mengucurkan BLBI saat Tutut masih menjadi Komisatir Utama CMNP.
Keterlibatan keluarga Cendana berlanjut, diteruskan anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris di CMNP, sejak 2001.
Pada waktu itu, lanjut Prastowo, diketahui terdapat 3 entitas milik SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Bank-bank tersebut lah yang masih ditagih hingga saat ini.
“Di sini sengketa dimulai. BPPN tidak mau membayar deposito CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Ibu SHR/Mbak Tutut sebagai Dirut PT CMNP sekaligus Komut Bank Yama (yang dimiliki 26 persen) sehingga tidak sesuai dengan KMK 179/2000 tentang penjaminan,” jelasnya.
Atas hal tersebut, PT CMNP mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan PK MA tahun 2010.
Hal yang menjadi pertimbangan hakim, meski bukti-bukti sesuai hukum/aturan, namun keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain SHR). Demikian duduk perkara sengketa.
“Negara, yang telah mengucurkan dana untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian, tidak punya kontrak dengan pihak tersebut, justru dihukum membayar deposito dan giro, ditambah denda. Tentu kita hormati putusan pengadilan,” tutupnya.
Sebelumnnya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban menagih balik CMNP yang disebut memiliki utang ratusan miliar ke negara.
Rionald mengatakan bahwa tiga perusahaan di bawah CMNP tercatat masih memiliki utang ratusan miliar terhadap negara terkait dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kami sendiri masih memiliki tagihan kepada 3 perusahaan grup Citra. Nominalnya ratusan miliar terkait BLBI," ujarnya kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).