Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Giliran India & Korea Selatan Investigasi Antidumping Produk Nikel RI

Usai Uni Eropa, kini India dan Korea Selatan juga memulai investigasi antidumping atas produk penghilirian nikel asal Indonesia.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyebut sejumlah negara lain di luar Uni Eropa mulai melakukan investigasi terkait dengan potensi pengenaan tarif antidumping dan antisubsidi pada produk penghilirian bijih nikel asal Indonesia di pasar dunia. 

Selain Uni Eropa yang telah lama berseteru, pemerintah mengidentifikasi Korea Selatan dan India belakangan mulai intensif untuk melakukan investigasi rencana hambatan perdagangan untuk produk hilirisasi bijih nikel domestik tersebut. 

Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan, manuver sejumlah negara itu menjadi tantangan utama hilirisasi dan dikhawatirkan ikut mengoreksi daya saing produk hasil hilirisasi tambang di dalam negeri.

Apalagi, pemerintah kini telah memperluas kebijakan moratorium ekspor bahan mineral mentah lainnya, seperti bauksit, guna mendorong hilirisasi dalam negeri per 10 Juni 2023 lalu. 

“Saya lihat trennya dari negara-negara lain seperti India dan Korea Selatan sudah mulai investigasi untuk itu ya, saya kira ini tantangan utama yang harus kita hadapi saat ini,” kata Seto, sapaan karibnya saat webinar, Senin (12/6/2023). 

Menurut Seto, hambatan dagang dari beberapa negara tujuan ekspor produk turunan nikel Indonesia seperti stainless steel hingga carbon steel yang memperlihatkan nilai ekspor yang tinggi beberapa tahun terakhir bakal berdampak serius pada upaya lanjutan hilirisasi di dalam negeri. 

“Misalnya, produk hilirnya dikenakan trade remedies seperti itu, ini akan jadi isu yang besar ya karena barang-barang kita jadi tidak kompetitif di pasar internasional,” kata dia.

Kemenko Marves melaporkan torehan ekspor produk turunan bijih nikel telah menyentuh angka US$33,81 miliar atau setara dengan Rp506,13 triliun, asumsi kurs Rp14.970 sepanjang 2022. 

Pertumbuhan ekspor turunan bijih nikel itu ikut ditopang oleh penjualan produk turunan dari lini bahan baku baterai kendaraan listrik seperti nikel matte dan mixed hydroxide precipitate (MHP). 

Berdasarkan catatan Kemenko Marves, ekspor nikel matte sepanjang tahun lalu sudah menembus di angka US$3,74 miliar atau setara dengan Rp56,34 triliun. Sementara itu, nilai ekspor MHP berhasil mencapai US$2,19 miliar atau setara dengan Rp32,78 triliun.  

Adapun, produksi nikel matte dan MHP domestik itu secara keseluruhan dijual ke pasar China dengan nilai mencapai 3,68 miliar atau setara dengan Rp55,08 triliun. 

Sisanya, penjualan nikel matte dan MHP dilakukan untuk sejumlah pembeli potensial dari Jepang, Korea Selatan, hingga Norwegia dengan total pembelian di kisaran US$1,91 miliar atau setara dengan Rp28,59 triliun.

“Kalau saya lihat sekarang tantangannya ini lebih dari trade barrier yang diciptakan dari negara-negara lain ya misalnya iron steel kita, produk-produk hilirisasi nikel itu banyak dikenakan antidumping antisubsidi dari Uni Eropa,” kata Seto.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mengajukan permohonan banding atas putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel domestik melanggar ketentuan perdagangan internasional. 

Banding pemerintah Indonesia atas kasus sengketa dengan Uni Eropa itu telah disampaikan ke WTO pada Senin (12/12/2022) seperti dilihat dari pengumuman sengketa dagang WTO. 

“Indonesia dengan ini memberitahukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa [Dispute Settlement Body/DSB] atas keputusannya untuk mengajukan banding atas masalah hukum dan penafsiran hukum tertentu dalam laporan panel,” tulis WTO dalam pengumuman resminya dikutip Rabu (14/12/2022). 

Upaya banding menjadi pembelaan lanjutan Pemerintah Indonesia atas laporan final panel pada 17 Oktober 2022 lalu yang menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592. 

Pembelaan awal lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur perdagangan internasional tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper