Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah perusahaan smelter nikel China yang beroperasi di Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan investasi yang lebih hilir untuk mendukung komitmen pengembangan nilai tambah komoditas mineral logam di dalam negeri.
Presiden Direktur PT Wanatiara Persada (WP) Jinchuan mengatakan, perseroannya berkomitmen untuk mendukung kebijakan hilirisasi bijih nikel kadar tinggi yang saat ini dikerjakan WP. Kendati keseluruhan produksi feronikel sebanyak 250.000 metrik ton masih diekspor ke China dari input bijih saprolite mencapai 3 juta metrik ton.
Jinchuan mengatakan, WP belakangan bakal berkomitmen untuk mengikuti kebijakan anyar yang akan diterapkan pemerintah dan parlemen ihwal nilai tambah bijih nikel di Indonesia.
“Penjualan produk kami feronikel dijual ke China. Namun demikian, jika dilakukan penjualan lokal perusahaan kami akan menyambut baik terkait dengan kewajiban tersebut,” kata Jinchuan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Selain itu, Jinchuan mengatakan, perseroannya bakal mendukung insiatif-inisiatif anyar yang didorong pemerintah terkait dengan pembenahan tata niaga dan industri di sisi hulu hingga hilir bijih nikel di dalam negeri.
“Kami mendukung kebijakan pemerintah untuk hilirisasi bahan mineral sekaligus penciptaan nilai tambah produk,” tuturnya.
Baca Juga
Sementara itu, Direktur Utama PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) Wisma Bharuna mengatakan, perseroannya telah berkontribusi signifikan pada pendapatan daerah dengan setoran pajak mencapai Rp3,3 triliun sepanjang 2022.
Saat itu, penjualan ekspor GNI untuk produk nickel pig iron (NPI) mencapai US$1,6 miliar atau setara dengan Rp23,8 triliun (asumsi kurs Rp14.880 per dolar AS).
“Total setoran pajak kami ke pemerintah sebesar Rp3,3 triliun sepanjang 2022,” kata Bharuna.
Dia mengatakan, perseroannya turut berkomitmen untuk mengikuti kebijakan pemerintah terkait dengan kebijakan hilirisasi bijih nikel domestik tersebut.
Sebelumnya, Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kinerja dan investasi perusahaan smelter nikel kelas dua yang menghasilkan feronikel (FeNi) dan NPI.
Dorongan itu menjadi kesimpulan rapat antara komisi energi bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan beberapa direktur utama perusahaan smelter yang telah beroperasi di Indonesia.
“Bukan hanya investasi baru tetapi investasi yang sedang berjalan pun kita minta untuk dievaluasi karena NPI itu tidak usaha lagi lah karena itu nikel yang low grade, kita sepakat nikel itu mineral kritis,” kata Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Bambang Patijaya saat pembacaan kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Menurut Bambang sebagian besar pabrik pengolahan pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF) yang menjadi lini pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite itu tidak menunjukkan komitmen yang serius untuk melanjutkan investasi yang lebih hilir dari komoditas bijih nikel di Indonesia.
Menurut dia, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah gegabah saat memberikan izin investasi yang masif pada beberapa perusahaan asing pengolahan bijih nikel kadar tinggi tersebut. Sementara, dia melanjutkan, tidak ada batasan yang jelas ihwal izin investasi pengolahan awal bijih nikel itu.
“Kandungan nikel dari NPI itu 10 sampai 12 persen, mohon maaf ini saya tidak setuju, seharusnya pak Dirjen Ilmate tidak boleh lagi produksi NPI dari Indonesia, bagi saya ini adalah penyelundupan gaya baru,” kata dia.