Bisnis.com, JAKARTA – PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) memastikan larangan ekspor bijih bauksit tidak akan berdampak pada bisnis anak usahanya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR).
Pasalnya, Adaro Minerals Indonesia diketahui tengah mengembangkan smelter aluminium.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan bahwa aturan larangan ekspor bijih bauksit tidak memiliki ketersinggungan sama sekali dengan apa yang sedang dikembangkan oleh Adaro Minerals saat ini.
“Maksudnya yang mengekspor bauksit, kalau Adaro kan smelter atau hilirisasi,” ujar Nadira saat dihubungi Bisnis pada Sabtu (10/6/2023).
Adaro telah memulai upaya diversifikasi bisnis ke sektor bauksit sejak 2021. Melalui anak usaha Adaro Minerals, ADRO kala itu mengungkapkan rencana pembangunan smelter aluminium di Kawasan Industri Hijau Indonesia.
Total investasi pembangunan smelter itu diperkirakan mencapai US$728 juta setara Rp10,83 triliun (kurs Rp14.888).
Baca Juga
Emiten bersandi ADRO itu menargetkan pembangunan smelter aluminium, yang terletak di Kalimantan Utara ini, dimulai pada 2023 dan dapat selesai tahun 2025 mendatang.
Nadira menyampaikan Adaro berkomitmen mentransformasi bisnis menjadi perusahaan yang lebih berkelanjutan dengan menjalankan green initiatives jangka panjang melalui pembangunan smelter aluminium. Langkah ini bertujuan menangkap peluang pertumbuhan di ekonomi hijau.
“Kami menyelaraskan strategi dengan kebutuhan global dan hal ini pun sejalan dengan strategi Indonesia untuk meningkatkan aktivitas pemrosesan dan hilirisasi,” pungkasnya.
Dia menambahkan dalam mendukung industri mobil listrik nasional, ADRO akan terus mengembangkan bisnis di bidang mineral hijau dan sedang menilai peluang terkait ekosistem baterai, baik di hilir maupun di hulu.
Pembangunan smelter aluminium tersebut juga diarahkan untuk mendukung dan memberikan dampak positif bagi Indonesia dengan estimasi Commercial Operation Date (COD) tahap 500.000 ton pertama yang akan dicapai pada 2025.
Moratorium Ekspor Bauksit
Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi menyetop ekspor bauksit pada hari ini, Sabtu (10/6/2023). Hal tersebut sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri.
Kepastian itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat dikonfirmasi ihwal ekspor mineral logam yang disetop berdasarkan Undang-undang (UU) No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
“Jadi jadi, kita kan [moratorium] bauksit,” kata Airlangga saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
UU Minerba mengamanatkan penghentian ekspor mineral logam pada 10 Juni 2023. Amanat itu sebagai tindak lanjut komitmen pemerintah untuk melakukan penghiliran lebih lanjut sejumlah mineral logam di dalam negeri.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalkulasi akan ada pengurangan ekspor bauksit sampai dengan sekitar 8,09 juta ton atau senilai US$288,52 juta atau setara Rp4,3 triliun (asumsi kurs Rp14.903 per US$) pada 2023 akibat kebijakan larangan ekspor.
Sementara itu, potensi nilai ekspor yang hilang akan meningkat menjadi US$494,6 juta atau Rp7,4 triliun pada 2024 dan lebih kurang ada 13,86 juta ton bauksit yang tidak diserap.
Dampak lainnya, penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit sebesar US$49,6 juta atau setara Rp739,2 miliar dan sebanyak 1.019 tenaga kerja untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.