Bisnis.com, JAKARTA - Laba di perusahaan industri China terus menurun dalam empat bulan pertama tahun 2023, menunjukan lemahnya permintaan dan menguatnya potensi deflasi.
Berdasarkan data yang diterbitkan Biro Statistik Nasional, Sabtu (27/5/2023), laba industri periode Januari-April mengalami penurunan 20,6 persen (year-on-year/yoy). Penurunan tersebut lebih lambat dibandingkan kuartal pertama yakni 21,4 persen.
Selain itu, penurunan April 2023 turun 18,2 persen (yoy), sedikit lebih kecil dibandingkan penurunan Maret sebesar 19,2 persen.
Mengutip pemberitaan Bloomberg pada Senin (29/5/2023), Kepala ekonom China di Jones Lang LaSalle Inc. Bruce Pang mengatakan bahwa perlu memiliki lebih banyak kesabaran untuk pemulihan laba industri.
"Pemulihan yang lemah dalam permintaan efektif terus memberikan tekanan pada tingkat pemanfaatan kapasitas, yang, ditambah kesulitan untuk menurunkan biaya, berarti diperlukan lebih banyak kesabaran," jelasnya.
Selain itu, Pang juga berpendapat bahwa pertumbuhan kumulatif yoy mungkin tidak kembali ke wilayah positif hingga kuartal keempat. Dukungan kebijakan dan stimulus juga diperlukan untuk keuntungan industri setahun penuh.
Baca Juga
Data April menunjukan bahwa pertumbuhan ekspor melemah dan deflasi industri semakin memburuk.
Laba yang menurun juga akan membebani sentimen yang lemah di kalangan bisnis, menahan mereka untuk tidak berinvestasi, menjadi tanda yang tidak baik dalam ekonomi.
Sebagaimana diketahui, pembelian asing atas produk China melambat dikarenakan AS dan negara maju lainnya berusaha mengurangi risiko dari China.
Deflasi produsen juga memburuk, membuat pabrik kurang memiliki kemampuan dalam menaikkan harga.
Berikut beberapa data lainnya:
-
Indeks harga produsen April turun 3,6 persen (yoy), menandakan penurunan terbesar sejak Mei 2020.
-
Laba perusahaan asing turun 16,2 persen pada periode Januari-April. Masih lebih sedikit dibandingkan kuartal pertama dengan penurunan 24,9 persen.
-
Keuntungan perusahaan swasta turun 22,5 persen pada periode Januari-April, sedangkan perusahaan milik negara turun 17,9 persen.