Bisnis.com, SURABAYA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sepakat untuk menurunkan puncak produksi gas di wilayah Jawa Timur guna mengantisipasi proyeksi kelebihan pasokan atau oversupply yang ditaksir dapat mencapai 200 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) pada 2024 hingga 2026 mendatang.
Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa Nurwahidi mengatakan, langkah itu dilakukan untuk mengimbangi laju serapan gas domestik yang relatif berjalan stagnan. Manuver untuk menurunkan puncak produksi gas itu juga diharapkan dapat memperpanjang masa produksi gas atau plateau di kawasan tersebut yang belakangan makin susut.
“Akan kita sesuaikan, jadi tahun lalu kita peak [puncak] itu bisa sampai 1.300 MMscfd, tapi sekarang kita tahan di sekitar 1.000 MMscfd saja,” kata Nurwahidi saat ditemui di Surabaya, Selasa (23/5/2023).
Lewat penurunan puncak produksi itu, Nurwahidi mengatakan, masa produksi gas di sejumlah konsesi lapangan Jawa Timur dapat diperpanjang. Dengan demikian, dia berharap investor lebih tertarik untuk ikut mengelola sejumlah lapangan gas di tengah transisi energi mendatang.
“Plateu-nya jadi flat itu akan lebih panjang sehingga investor jadi lebih tertarik. Kalau dulu lihat peak-nya itu hanya sekitar 1 sampai 2 tahun, sekarang menjadi flat bisa sampai 8 tahun,” kata dia.
Kendati demikian, dia menegaskan, upaya penyesuaian puncak produksi itu tidak memengaruhi hitung-hitungan volume cadangan gas yang ada di Jawa Timur. Dia menerangkan, penurunan puncak produksi itu dilakukan hanya untuk memperpanjang masa produksi dari suatu lapangan seiring dengan laju serapan industri hilir yang relatif lamban.
Baca Juga
Manuver itu juga dinilai bakal mengevaluasi kembali tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) dari investasi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di sektor hulu migas Jawa Timur.
“Kalau bicara konteks produksi itu memang ada beberapa strategi, kalau kita bisa produksikan sebesar-besarnya, setinggi-tingginya maka akan cepat kembali modal dari para investor,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta SKK Migas untuk menahan laju produksi gas di tengah situasi kelebihan pasokan paruh pertama tahun ini.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengatakan, permohonan itu beralasan lantaran kapasitas serapan gas domestik masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksi gas saat ini yang sudah terlanjur tinggi.
Berdasarkan proyeksi yang disampaikan SKK Migas, Emil mengatakan, sejumlah wilayah kerja (WK) gas di Jawa Timur bakal sampai pada titik puncak produksi pada rentang tahun 2024 hingga 2026 mendatang.
Saat itu, kondisi pasokan gas berlebih atau oversupply di wilayah Jawa Timur diperkirakan mencapai 200 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
Pasokan berlebih itu diidentifikasi berasal dari sejumlah lapangan prospektif di antaranya Jimbaran Tiung Biru (sekitar 192 MMscfd), HCML Sampang (sekitar 100 MMscfd), Medco Paus Biru (sekitar 30 MMscfd), PCK2L Bukit Panjang Sampang (sekitar 50 MMscfd), Energi Mineral Langgeng Sumenep (sekitar 30 MMscfd) dan MGA Utama Energi Sumenep (sekitar 40 MMscfd dan 7.000 bopd).
“Kita sepakat tolong jangan buru-buru sampai di peak, agak di-levelling dulu [produksinya], masalahnya kalau sudah sampai peak lalu turun itu kan susah, orang nggak bisa insidental menggunakan gas itu,” kata Emil di Surabaya, Selasa (23/5/2023).
Emil mengatakan, Pemprov Jatim telah sepakat bersama dengan SKK Migas untuk menyesuaikan kembali laju peningkatan produksi sesuai dengan tingkat serapan gas domestik. Dia khawatir laju pertumbuhan produksi yang tidak seimbang itu justru tidak memberi nilai tambah yang optimal untuk industri di dalam negeri. Hal itu juga bakal berpengaruh pada upaya monetisasi lapangan baru nantinya.
Adapun, Jawa Timur masih menyimpan potensi gas mencapai 4,6 TSCF. Lewat potensi itu, kelebihan pasokan ditaksir mencapai sekitar 200 MMscfd dalam kurun 1 tahun hingga 3 tahun mendatang dari sumur migas baru. Sementara itu, potensi minyak diidentifikasi sebesar 600 juta barel minyak (MMBO).
Data itu dihimpun dari 27 wilayah kerja (WK) migas yang tersebar di Provinsi Jawa Timur. Perinciannya, 16 WK telah masuk pada tahap produksi, 9 WK tahap eksplorasi, dan sisanya 2 WK masuk tahap pengembangan.