Bisnis.com, SURABAYA — Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menahan laju produksi gas di tengah situasi kelebihan pasokan pada paruh pertama tahun ini.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengatakan, permohonan itu beralasan lantaran kapasitas serapan gas domestik masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksi gas saat ini yang sudah terlanjur tinggi.
Berdasarkan proyeksi yang disampaikan SKK Migas, Emil mengatakan, sejumlah wilayah kerja (WK) gas di Jawa Timur bakal sampai pada titik puncak produksi pada rentang tahun 2024 hingga 2026 mendatang.
Saat itu, kondisi pasokan gas berlebih atau oversupply di wilayah Jawa Timur diperkirakan mencapai 200 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Pasokan berlebih itu diidentifikasi berasal dari sejumlah lapangan prospektif di antaranya Jimbaran Tiung Biru (sekitar 192 MMscfd), HCML Sampang (sekitar 100 MMscfd), Medco Paus Biru (sekitar 30 MMscfd), PCK2L Bukit Panjang Sampang (sekitar 50 MMscfd), Energi Mineral Langgeng Sumenep (sekitar 30 MMscfd), dan MGA Utama Energi Sumenep (sekitar 40 MMscfd dan 7.000 bopd).
“Kita sepakat tolong jangan buru-buru sampai di peak, agak di-levelling dulu [produksinya], masalahnya kalau sudah sampai peak lalu turun itu kan susah, orang nggak bisa insidental menggunakan gas itu,” kata Emil di Surabaya, Selasa (23/5/2023).
Emil mengatakan, Pemprov Jatim telah sepakat bersama dengan SKK Migas untuk menyesuaikan kembali laju peningkatan produksi sesuai dengan tingkat serapan gas domestik. Dia khawatir laju pertumbuhan produksi yang tidak seimbang itu justru tidak memberi nilai tambah yang optimal untuk industri di dalam negeri. Hal itu juga bakal berpengaruh pada upaya monetisasi lapangan baru nantinya.
Baca Juga
Adapun, Jawa Timur masih menyimpan potensi gas mencapai 4,6 Tscf. Lewat potensi itu, kelebihan pasokan ditaksir mencapai sekitar 200 MMscfd dalam kurun 1 tahun hingga 3 tahun mendatang dari sumur migas baru.
Sementara itu, potensi minyak diidentifikasi sebesar 600 juta barel minyak (MMBO).Data itu dihimpun dari 27 WK migas yang tersebar di Provinsi Jawa Timur. Perinciannya, 16 WK telah masuk pada tahap produksi, 9 WK tahap eksplorasi dan sisanya 2 WK masuk tahap pengembangan.
“Ini yang harus segera duduk bareng dengan para pemegang konsesi itu, bisa nggak di-levelling tadi, tapi kita sambil berbenah dari sisi rencana serapannya,” kata dia.
Seperti diketahui, gas yang dihasilkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di area Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Jabanusa) dominan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP). Serapan gas untuk pembangkit listrik itu mengambil porsi mencapai 46,33 persen, yang diikuti industri sebesar 31,82 persen, pabrik pupuk sebesar 21,57 persen dan gas rumah tangga di level 0,28 persen.
Seperti diberitakan sebelumnya, SKK Migas memproyeksikan surplus pasokan gas pada wilayah kerja bagian Jabanusa dapat mencapai 50 MMscfd pada akhir paruh pertama tahun ini.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, surplus pasokan gas itu disebabkan karena masifnya kegiatan onstream serta peningkatan kapasitas produksi dari beberapa lapangan di kawasan tersebut beberapa waktu terakhir.
Tjip mengatakan, rencana peningkatan produksi atau ramp up dari proyek strategis nasional Jambaran Tiung Biru 100 persen kapasitas terpasang bulan depan menjadi penopang situasi pasokan gas berlebih akhir Juni 2023 nanti.
“JTB sendiri yang kemarin beroperasi 60 persen akan segera jadi 100 persen produksinya mencapai 192 MMscfd,” kata Tjip di Surabaya, Senin (22/5/2023).
Rencananya, kata Tjip, produksi gas dengan kapasitas penuh dari JTB bakal diserap oleh PLN sebanyak 100 MMscfd. Sisanya, dia menambahkan, upaya monetisasi gas bakal dilakukan lewat program konversi kendaraan hingga penetrasi pasar gas alam terkompresi atau compressed natural gas (CNG).